Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pemikiran Ustadz Ismail Asso Selalu Salah Faham Oleh Kalangan Masyarakat Papua

Rabu, April 16, 2025 | Rabu, April 16, 2025 WIB Last Updated 2025-04-16T05:27:07Z
Jakarta,neodetik.news || DALAM beberapa dekade terakhir sejak UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua diberlakukan Pemerintah Pusat berbagai wacana dan gagasan sering dilontarkan oleh Ismail Asso atau lebih populer dikenal sebagai Ustadz Ismail Asso, yang itu seringkali disalahpahami publice Papua. Terbaru soal: “Pemberantasan Miras di Kota Wamena Malanggar HAM”.

Hal ini wajar, karena Ustadz Ismail Asso mengenyam pendidikan dikampus Pembaharu Pemikiran Islam Indonesia di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat-Jakarta. Dikampus Islam terkemuka Indonesia ini Ismail Asso sangat akrab dan terbiasa dengan berbagai literatur pemikiran ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an sebut saja misalnya pemikiran Harun Nasution, Cak-Nur, Gus-Dur dan berbagai khasanah Pembaharuan Pemikiran Dunia Islam.

Berbagai karya buku dan pemikiran para tokoh dibaca Ismail Asso secara mendalam dan terlibat aktif dalam forum kajian-kajian pemikiran yang itu sangat dipengaruhi pemikiran-pemikiran Nur Cholish Madjid (Cak-Nur), Harun Nasution, Gus-Dur, Fahri Hamzah, Muslim Nasution, Jalaluddin Rahmat, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat dll. Dan pemikiran dunia Islam Muhammad Iqbal, Ali Syariati, Hasan Al Banna, Hasan Turobi untuk menyebut beberapa nama, bahkan literatur pemikiran filsafat Barat didapatnya disini.

Gagasan dan pemikiran-pemikirannya seringkali disalah-pahami kebanyakan orang, yang tak terbiasa (belum siap) berdialektika, menimbulkan berbagai ujaran kebencian, caci-maki, masyarakat umum khususnya kalangan awam tapi melek huruf, berbagai hujatan dan cacian sering ditebar diberbagai group WathApp. Disebut demikian karena kebiasaan tidak membaca pikiran secara utuh dan tuntas (komprhenshif), tapi secara partial mereka hanya membaca judul lalu menjustifikasi secara hitam-putih bahkan cenderung memberi punishmen (hukuman), tanpa mengerti salahnya dimana dan mengapa harus disalahkan atau menghakimi katakanlah sebuah pikiran.

Beberapa waktu lalu Ismail Asso, menyampaikan pendapat pribadinya terkait penanganan Pemkab Jayawijaya dalam rangka membasmi penyakit masyarakat yakni peredaran miras secara bebas di Kota Wemena sebagai sumber utama kekacauan dan kerusakan oleh Pemkab Kayawijaya bersama Forkopimda yang diamini seluruh masyarakat sampai ke akar-akarnya.

Ustadz Ismail Asso, sejatinya sangat mendukung dan memang sejak awal diberbagai tempat menyampaikan pentinya pemerintah memberantas peredaran miras secara bebas di Kota Wamena. Yang berbeda dari Ismail Asso bukan pada “Pemberantasan Miras”nya, melainkan hukuman (punishmen) bagi peminum, penjual dan pemasok.

Ustadz Ismail Asso berbeda pendapat dalam “cara menghukum”, penjual miras, jadi sekali lagi Ismail Asso berbeda dalam “cara memperlakukan penjual miras” bukan pada soal memberantas Mirasnya. Dia melihat ada yang keliru dalam mem-punishman para penjual dengan “cara mengusir” dari Kota Wamena adalah persoalan pelanggaran HAM tentang hak hidup dari aspek humanisme dan itu melanggar konstitusi ketatanegaraan setiap warga negara yang menjamin bebas memilih hidup dimanapun diseluruh Wilayah Indonesia sebagai warga negara diatur dalam Negara Kesatuan Indonesia.

Publik Papua Pegunungan tidak cermat membaca dan melihat Ismail Asso melemparkan gagaasan baru agar pendekatan lebih bersifat humanisme dan menganggap format cara pendekatan Pemkab Jayawijaya melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Ustadz Ismail sesungguhnya tidak menolak pemberantasan Miras sampai ke akar-akarnya. Sebagai seorang Tokoh Agama Islam dengan berlatar belakang pendidikan Syari’ah, sudah tentu sangat memahami bahwa memberantas Miras merupakan kewajiban Agama Islam yang hukumya wajib mutlaq.

Namun yang diberi catatan Ustafz Ismail Asso yang salah dipahami masyarakat awam adalah cara atau methode sanksi kepada para penyedia atau penjual miras yang “diusir pulang kampung” keluar dari Kota Wamena. Dan itu disetujui langsung oleh berbagai elemen perangkat Pemkab Jayawijaya melakukan operasi terhadap penjual dikejar dan yang tertangkap tangan tanpa proses hukum dan edukasi (pembinaan), diusir dipulangkan ke kampung halaman penjual Miras berasal.

Jika ditilik sanksi keras dan tegas itu seakan baik dan benar tapi tanpa sadar sesunggunya saknksi dengan cara seperti itu sebenarnya Pemkab Jayawijaya melanggar konstitusi negara terutama Pancasila sila ke-2 yang berbunyi: “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.

Belum lagi ditilik dari aspek Hak Asasi Manusia (HAM), internasional maka mengusir manusia secara paksa betapapun pelaku berbuat salah atau melanggar hukum sesungguhnya menghukum dengan tindakan mengusir adalah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Karena semua manusia punya hak dan kewajiban yang sama dan semua orang dijamin kebebasannya memilih hidup dimanapun sesuai pilihan hati nurani boleh hidup sesuai dengan kehendak hati tanpa dipaksa dan terpaksa.

Yang terjadi warga Perantau mencari kehidupan lebih baik di Kota Wamena dipaksa dan terpaksa harus meninggalkan Kota Wamena hanya karena salah memilih profesi usaha misalnya menjual Miras yang memang dilarang oleh Pemerintah Daerah dan Agama Islam.

Masalahnya jika terbukti bersalah dan tertangkap tangan, apakah dengan sanksi tegas diusir dari Wamena ke kamping halaman darimana dia berasal, apakah peredaran Miras akan tuntas dan selesai? Lalu tanpa solusi memberikan advokasi dan proses hukum, mengingat negara kita negara hukum dan menjadikan hukum panglima tertinggi setiap orang sama kedudukannya didepan hukum?

Inilah pusaran persoalan yang disorot Ustadz Ismail ada pada cara punishment (hukuman) bukan pada soal Miras sebagai sumber kerusakan moralitas masyarakat Jayawijaya.

Minuman Keras (Miras) “Pintu Utama” Sumber Kerusakan Masyarakat Papua secara umum dan Khusus Masyarakat Papua Pegunungan di Kota Wemena kita semua sepakat harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Masalahnya apakah mengusir penjual miras lalu peredarasan Miras habis? Ini yang belum kita tahu kedepan apakah hasilnya akan demikian?

Untuk itu kita semua sepakat harus ikut terlibat ambil bagian secara pro aktive memberantas minuman beralkohol dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Sekali lagi kita semua sepakat dan memiliki rasa sens of crises (rasa peduli) bahwa MIRAS harus diberantas sampai ke akar-akarnya, mulai dari peminum, penjual, pemasok dan pembuat.

Kita bersatu dan bersama harus memberantas Miras dan sejenisnya (Lem Aibon, Ganja) mulai dari pembuat atau pengolah, pemasok atau distributor, penjual dan pemabok semuanya harus diberantas samapi ke akar-akarnya secara tuntas.

Apalagi Ismail Asso sebagai Tokoh Agama Islam adalah salah satu agama kalau bukan satu-satunya yang ajarannya mengharamkan (melarang) Miras secara multak. Demikian seharusnya semua agama, ajaran islam mengharamkan, umatnya mengkonsumsi meminum keras sekalipun hanya setetes tetap haram hukumnya termasuk pembuat, pemasok, penjual dan pemabok hukumannya sama haram dan melakukan salah satu diantara itu hukumya Dosa.

Ajaran agama Islam sangat tegas sebagaimana Hadits Nabi Muhammad SAW: Kullu Khomrun Musykirin Wakullu Musykirin Haromun”. Arinya: Setiap Khamar memabukkan dan setiap memabukkan haram (hukumnya).

Diseluruh Dunia Islam Miras adalah barang haram dan dosa hukumnya, maka ketika Pemkab Jayawijaya melakukan pemberantasan Miras mungkin Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Jayawijya berperan secra proaktif karena itulah semangat ajaran agama Islam di Wamena sangat mengutuk peminum, pembuat, penjual dan masalahnya pada seputar cara dan tindakan Pemkab Jayawijaya bukan pada persoalan Miras sebagai inti melainkan cara atau tekhnik Pemkab melakukan pemberantasan Miras.

Ismail Asso, Anggota MRP PP Pokja Agama Islam.



×
Berita Terbaru Update