WAMENA,NEODETIK.NEWS || KITA semua ingin Kota Wamena aman damai tentram seperti sedia kala. Sejak menjadi Ibu Kota Kabupaten induk beragam suku agama dan pemerintah dengan berbagai regulasi menempatkan Kota Wamena Kabupaten Jayawijaya semakin menjadi majemuk (beraneka ragam suku, marga, agama, interaksi sosial, aneka ragam bisnis, dagangan aneka jenis mulai ramai, dari lem aibon, pisau, parang, air minum biasa dan alkohol, minyak goreng, bbm dll).
Ketika semua proses itu akhirnya tak selalu baik dan menetralkan kehidupan normal manusiawi, orang mulai mempertanyakan apa yang salah dan mana yang baik dan buruk. Apakah semua proses itu sesuai regulasi dan bermanfaat untuk menjamin kehidupan normal manusiawi ataukah merusak sendi-sendi kehidupan normal manusiawi dalam arti baik dan membuat warga lebih enghuni kota menjadi sejahtera tertib aman damai? Ternyata tidak!
PENANGKAPAN DAN PEMULANGAN PENJUAL MIRAS MELANGGAR HAK ASASI MANUSIA
Ketika pergantian Bupati Jayawijaya semua unsur yang merusak dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan bersama mulai dibersihkan. Langkah -langkah Bupati ini sangat didukung semua orang yang ingin mentas kehidupan aman damai dan sejahtera. Jauh dari anasir kekacauan dan kerusakan, kejahatan dan kekotoran sebuah tatanan kehidupan normal aman damai manusiwi. Bupati Jayawijaya ingin menata kehidupan Jayawijaya yang aman damai tentram dimulai dengan operasi senjata tajam (sajam), diikuti dengan membersihkan peredaran miras sampai ke akar-akarnya, diawali dengan pemulangan keluarga penjual miras.
Sesuai dengan judul tulisan ini, bahwa semua langkah-langkah Bupati Jayawijaya itu sangat diapresiasi termasuk penulis sangat mendukung tujuannya sangat baik dan mulia karena itu yang diharapkan oleh kita sebagai warga Kota Jayawijaya.
Yang menjadi persoalan disini sehingga perlu disoroti bersama adalah cara melakukan pemberantasan sumber -sumber kejahatan dan kerusakan masyarakat harus sesuai dengan regulasi tata kehidupan bersama yang diatur oleh UUD dan PANCASILA.
Sebagai warga negara dan rakyat Kota Wamena penulis melihat dalam pemberantasan miras yang sangat merusak kehidupan bersama dan merusak generasi muda Jayawijaya itu perlu memperhatikan aspek Hak Asasi Manusia (HAM).
Cara memulangkan penjual miras bukanlah solusi satu-satunya melainkan satu solusi terakhir sangat terpaksa. Masalahnya bukan pada mengusir penjual miras tapi cara seperti itu melanggar Hak Asasi Manusia karena tak sesuai dengan Pancasila, Ayat 2 yakni: “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.
Oleh sebab cara memaksa memulangkan atau mengusir penjual miras perlu ditinjau agar dalam pemberantasan Miras dan kejahatan terstruktur di Kota Wamena saat ini tidak terkesan melanggar Hak Asasi Manusia.
SARAN DAN SOLUSI
Saran saya Pemkab Jayawijaya tidak ambil tindakan pengusiran tetapi perketat regulasi pemasok seluruh jalur distribusi bekerja sama dengan unsur Forkopimda dan Polisi Adat yang dibentuk sehingga lalulintas antar dan dari jalur pemasok bisa diperketat. Kepada distributor miras penjual miras dan para peminum miras dibina dan dialihkan profesi dari penjual miras ke profesi penjualan barang dagangan lain.
Seluruh warga negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke berhak hidup dan mencari kehidupan yang layak dimanapun seluruh wilayah didalam negara kesatuan republik Indonesia.
Oleh sebab tindakan pengusiran sejatinya melanggar Hak Asasi Manusia dan sebagai bagian dari warga negara Indonesia sejatinya itu melanggar Hak Asasi Manusia dari sudut pandang Tata Negara dan Pemerintahan dan melanggar Hak Asasi Manusia dari sudut agama kemanusiaan keadilan dan kebebersmaan.
Kesimpulan.
Diakhir tulisan ini perlu saya apresiasi niat dan tujuan baik Bupati Jayawijaya tapi cara dan sistem yang digunakan dalam mengatasi persoalan kekerasan dan kejahatan kota Wamena terlihat sangat tidak profesional melainkan emotional dan amatir. Perlu ada format secara profesional tanpa melanggar asas asas kehidupan bersama dalam berbangsa dan bernegara dan perlu memperhitungkan aspek kemanusiaan.
Ustadz Ismail Asso, Anggota MRP Papua Pegunungan Pokja Agama Islam.