Denpasar, neodetik. news II
Pada dasarnya pagar dapat diartikan sebagai titik penentuan atau batasan atas suatu keadaan tertentu dengan harapan tidak ada yang melewati batas itu secara tak manusiawi, karena jika melewati batas maka akan bermasalah secara hukum dalam kehidupan sosial masyarakat.
Membangun suatu bangunan atau pagar harus di atas tanah hak milik sendiri, sehingga tidak mengganggu tanah orang lain atau ruang pendukung fasilitas umum seperti badan jalan yang menjadi milik masyarakat umum.
Membangun pagar apalagi bangunan seperti Museum Agung Pancasila Di Denpasar bukan di atas tanah sendiri dan menguasai ruang badan jalan adalah termasuk dalam kategori perbuatan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jalan dan fasilitas pejalan kaki (trotoar), hal ini berdasarkan Pasal 274 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat dipidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Selain itu, di dalam ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, terkait Ketentuan Pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Pihak yang dapat mengambil langkah hukum, dapat dilakukan oleh Aparat Pemerintah Kota Denpasar dari Dinas Tata Kota, Dinas Perhubungan, Polisi Pamong Praja, Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala Lingkungan ataupun masyarakat pribadi (perorangan) yang merasa terganggu kepentingannya atas perbuatan yang memasang pagar di atas fasilitas umum tersebut.
Begitu juga Bangunan Gedung Museum Agung Pancasila Di Jalan Pegangsaan Timur Denpasar yang melewati batas tanah sampai mengambil badan jalan adalah Pelanggaran Aturan UU. Apalagi telah mengantongi IMB. Jika hal ini di biarkan terus menerus melanggar Aturan maka akan muncul pelanggaran lainnya oleh pihak lain karena meniru pelanggaran oleh Oknum yang dilindungi oleh kekuasaan; ujar Gung Susruta tokoh masyarakat dari Puri Gerenceng Pemecutan.
@kd@