Neodetik.News,Sorong Ikatan Pelajar || Mahasiswa Mahasiswi Kabupaten Dogiyai (IPMADO) Kota Studi Sorong Papua Barat Daya, peringati Pelanggaran Hak asasi manusia (HAM) 14 Tahun Tragedi Dogiyai Berdarah 13-14 April 2011 Silam, memasang Lilin Pada Minggu (13/4/2025) Pukul 08.00 malam WIT.
Agustinus yobee, menyampaikan sejak Dogiyai Berdarah 13 Hingga 14 April 2011 Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia
(TNI POLRI) Telah menewaskan dua Rakyat Sipil Dominikus Auwe, dan Aloisius Waine, serta Otin Yobe, Matias Iyai, Albert Pigai, luka kritis. Pasukan TNI POLRI juga melakukan penyisiran di Kabupaten Dogiyai 10 Rumah, Kebun terenak Hewan, sapuh rata," ujarnya Agustinus yobee kepada wartawan.
Agustinus juga menambahkan, pendropan pasukan TNI POLRI dengan peralatan amunisi lengkap pulang pergi di berbagai kabupaten seperti Dogiyai, Nabire Paniai, dan Timika, itu menunjukkan kekuatan militer berskala Besar.kabupaten Dogiyai menjadi sunyi dan masyarakat semua pengungsi di kampung terdekat ada juga pengungsi ke Hutan untuk menyelamatkan diri," jelas Agustinus.
" Rakyat sipil mengalami kelaparan yang sangat tidak manusiawi, bahkan sakit dan meninggal dunia Seperti Detianis Goo (8) dengan ibu pergi ke tempat tersembunyi namun anak itu meninggal dunia, dari kampung Putapa Distrik kamu selatan. Selain itu ibu koreta Goo (35) istri Agus Tebai pergi Mauwa ke Udekebo berniat untuk mencari nyaman namun tidak tertolong dan 2 pemuda Dogiyai ditemukan tewas misterius," ungkapan Agustinus yobee.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa kami melakukan ini untuk memperingati Dogiyai Berdarah agar pemerintah pusat berkolaborasi dengan komisi Nasional hak asasi manusia (Komnas HAM) dan penegak hukum lainnya bisa menggapai masalah ini. Kami tidak mau ada masalah diatas masalah, negara memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM seperti Paniai berdarah, Biak berdarah, dan lebih khusus Dogiyai Berdarah 13 April 2011," katanya dengan penuh harapan jika tidak ada langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikan kasus pelanggaran di Papua maka bisa mempertanyakan?keadilan di negara ini tambahnya Agustinus.
Senada Nama Engan tidak menyebutkan, Peristiwa Dogiya Berdarah tidak adil peluruh itu merupakan alat Negara. TNI POLRI Melihat kami orang Papua itu seperti Binatang. Maka kami perlu mediasi dan menyampaikan kepada pemerintah agar bagaimana respon langkah positif guna mendapatkan keadilan bagi korban," ungkap masalah belum sesuai kami tidak bisa diam tambahnya.
Selain itu mereka juga menyatakan bahwa momentum hari memperingati Dogiyai dan penting untuk saling berbagi Informasi dan pengetahuan tentang sejarah dan kekerasan negara terhadap kami orang Papua. bukan hanya tragedi Dogiya namun di Papua ini sejak Indonesia menguasai Papua, terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sehingga memperkuat solidaritas demi keadilan di negeri ini," tuturnya.
Aksi ini merupakan Refleksi 14 Tahun tewasnya dua Rakyat Sipil di kabupaten Dogiyai. Melalui tuntutan ini kami berharap kepada pemerintah pusat terutama kepada presiden Indonesia agar bisa mengambil langkah positif untuk menyelesaikan kasus Dogiyai Berdarah. Demi menjunjung nilai Demokrasi dan keadilan di negara ini .
(Eskop Wisabla)