Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hara Nirankara:Akal Sehat Tidak Berdiri Sendiri

Kamis, April 10, 2025 | Kamis, April 10, 2025 WIB Last Updated 2025-04-10T10:35:56Z
Jakarta ,neodetik.news || Prabowo dengan bodohnya menganggap bahwa akal sehat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, padahal akal sehat merupakan hasil dari perpaduan kompleks antara IQ, EQ, AQ, kecerdasan emosional, kecerdasan intuisi, alam bawah sadar, dan pengalaman hidup. Mari kita bongkar satu per satu.

Pertama, IQ (kecerdasan intelektual) berkontribusi melalui logika dasar. Misalnya, akal sehat untuk tidak bermain di tengah jalan raya berasal dari pemahaman sebab-akibat sederhana di mana, mobil bisa menabrakmu.


 Namun, IQ saja tidak cukup, karena seseorang dengan IQ tinggi bisa gagal dalam berakal sehat jika mereka terlalu overthinking, seperti yang dijelaskan oleh Daniel Kahneman dalam Thinking, Fast and Slow (2011). Kahneman menyebutkan bahwa, akal sehat sering beroperasi melalui "Sistem 1”—pemikiran cepat yang otomatis dan bawah sadar—bukan analisis logis mendalam “Sistem 2” yang diasosiasikan dengan IQ tinggi.

Kedua, EQ (kecerdasan emosional) memainkan peran besar dalam akal sehat, terutama dalam konteks sosial. Misalnya, akal sehat untuk tidak berbicara keras di tempat umum melibatkan empati, memahami bahwa orang lain bisa terganggu jika mendengar suara keras kita. Penelitian oleh Goleman (1995) dalam Emotional Intelligence menunjukkan bahwa, EQ sering kali lebih penting daripada IQ dalam pengambilan keputusan sehari-hari, karena emosi mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan lingkungan sosial.


 Seseorang dengan EQ tinggi cenderung lebih berakal sehat dalam situasi yang melibatkan hubungan antar manusia, seperti menghindari konflik atau menunjukkan sopan santun.

Ketiga, AQ (kecerdasan adaptasi) juga krusial, di mana akal sehat sering kali muncul dalam situasi yang menuntut adaptasi, seperti mencari tempat berteduh saat hujan. Penelitian oleh Stoltz (1997) dalam Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities menunjukkan, orang dengan AQ tinggi lebih mampu membuat keputusan praktis di bawah tekanan, yang sering kali dianggap sebagai akal sehat. Misalnya, seorang nelayan yang tahu kapan harus berhenti melaut saat cuaca buruk, menunjukkan akal sehat yang didukung oleh kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan.


Keempat, Kecerdasan Intuisi dan Alam Bawah Sadar yang juga menjadi pilar dari akal sehat. Malcolm Gladwell dalam Blink (2005) menjelaskan bahwa intuisi (yang berasal dari alam bawah sadar), memungkinkan kita membuat keputusan cepat berdasarkan pola yang telah dipelajari dari pengalaman. Akal sehat untuk menghindari seseorang yang terlihat mencurigakan sering kali berasal dari firasat bawah sadar, yang terbentuk dari pengalaman masa lalu. 


Penelitian tentang Pembelajaran Implisit (Reber, 1993), juga mendukung bahwa alam bawah sadar menyimpan pola-pola yang menjadi dasar akal sehat, seperti kebiasaan menghindari bahaya tanpa analisis sadar.

Terakhir, pengalaman hidup merupakan pondasi utama dari akal sehat. Seseorang yang telah menghadapi berbagai situasi (baik emosional, spiritual, maupun praktis), cenderung memiliki akal sehat yang lebih terasah. Sebuah studi di dalam Journal of Personality and Social Psychology (Grossmann et al., 2010), menemukan bahwa kebijaksanaan praktis, yang sering diasosiasikan sebagai akal sehat, lebih berkorelasi dengan pengalaman hidup dan kemampuan refleksi diri daripada pendidikan formal.

Maka dari itu, Prabowo salah besar jika menganggap akal sehat itu berdiri sendiri, karena akal sehat adalah mozaik kompleks dari berbagai kecerdasan dan pengalaman, yang Prabowo abaikan dengan pernyataan dangkalnya tadi.

Sumber: Hara Nirankara 


×
Berita Terbaru Update