Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hara Nirankara: Presiden Bodoh dan Aset yang Terbuang Sia Sia .

Kamis, April 10, 2025 | Kamis, April 10, 2025 WIB Last Updated 2025-04-10T10:33:36Z
Jakarta,neodetik.news || Ah, saya kesal sekali dengan pernyataan Prabowo Subianto akhir-akhir ini. Setelah pernyataannya tentang aksi massa yang diliput oleh Narasi, saya kembali menemukan statement Presiden di timeline X. Mulutnya dengan sembrono berkata bahwa, dalam pembuatan kebijakan di kabinetnya, dia tidak memerlukan orang pintar, yang paling penting adalah akal sehat.

Ya Tuhan, I mean, betapa bodohnya pernyataan tadi?! Dengan congkaknya, dia seolah-olah menganggap bahwa akal sehat sebagai entitas yang berdiri sendiri. Jika statement itu diterima oleh orang awam, pasti respon mereka akan positif, mungkin disertai tepuk tangan. Tapi, saya sendiri tidak bisa menerima begitu saja statement itu, karena menurut saya, statement itu berupa keBODOHan jika tidak dibarengi dengan penjelasan yang spesifik. Kenapa?


 Akal sehat tidak berdiri sendiri, melainkan sebuah hasil dari kecerdasan intelektual, emosional, atau pengalaman hidup. Pernyataan Prabowo tadi bukan hanya sekadar kesalahan logika, melainkan kebodohan dalam berpikir yang memalukan untuk seorang pemimpin negara.


Prabowo menciptakan dikotomi palsu antara "orang pintar" dan "akal sehat", seolah-olah keduanya saling bertolak belakang, padahal kenyataannya, baik orang pintar maupun orang yang dianggap bodoh sama-sama mempunyai potensi untuk memiliki akal sehat, tergantung pada bagaimana mereka memanfaatkan pengalaman dan kecerdasan mereka.


Akal sehat bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit seperti wahyu, tetapi sebuah hasil dari perpaduan kompleks antara kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan adaptasi (AQ), kecerdasan intuisi, alam bawah sadar, dan pengalaman hidup yang terakumulasi. Prabowo, dengan pernyataannya yang dangkal, seolah lupa bahwa akal sehat tidak bisa dipisahkan dari variabel-variabel tadi. Prabowo mengabaikan fakta bahwa orang yang "pintar" bisa memiliki akal sehat yang luar biasa, jika mereka mampu mengintegrasikan pengetahuan mereka dengan pengalaman praktis.

Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki pendidikan formal tinggi juga bisa berakal sehat, jika mereka kaya akan pengalaman hidup dan mampu belajar dari lingkungan mereka. Dengan pernyataannya, Prabowo bukan hanya menunjukkan kebodohan logika, tetapi juga merendahkan kompleksitas manusia dan cara mereka dalam berpikir.



MBG, Amunisi Kebodohan

Mari saya ajak kalian untuk menyelami salah satu kebodohan Prabowo, yaitu tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dengan anggaran yang hanya Rp71 triliun pada 2025 (jauh di bawah estimasi ideal Rp450 triliun untuk mencakup semua populasi program), Prabowo memaksakan program ini untuk 19,47 juta anak, balita, dan ibu hamil. Hasilnya? Menu yang disajikan jauh dari kata "bergizi.


" Bayangkan, dengan anggaran efektif per porsi yang hanya Rp 10.000, anak-anak hanya dapat nasi, telur rebus, dan sayuran yang layu (mungkin). Lalu, di mana gizinya, Pak Presiden? Anggaran Rp10.000 bukanlah makan bergizi, melainkan makan sekadar kenyang! Program ini telah gagal dalam memenuhi standar gizi dasar seperti protein, zat besi, hingga vitamin A yang minim. Stunting yang katanya akan diatasi malah bisa bertambah parah, karena anak-anak hanya mendapatkan kalori kosong tanpa nutrisi yang mendukung pertumbuhan.

Prabowo memaksakan MBG di tengah Indonesia yang belum swasembada pangan, di mana akal sehatnya? Data dari Badan Pusat Statistik 2023 menunjukkan bahwa Indonesia masih melakukan impor 3,06 juta ton beras, 9,5 juta ton gandum, 1,2 juta ton jagung, dan 400 ribu ton kedelai. Produksi beras dalam negeri sebesar 31,1 juta ton, sementara kebutuhan nasional 31,5 juta ton, masih defisit! Dengan MBG, permintaan pangan tentunya akan melonjak, dan apa yang terjadi? Impor akan bertambah besar, ketergantungan pada negara lain makin parah, sehingga inflasi pangan akan meledak. 


MBG Ini bukanlah akal sehat, tapi akal goblok! Prabowo seolah lupa bahwa sebelum membuat program yang butuh pasokan pangan yang besar, swasembada pangan harus dicapai terlebih dahulu.

Belum lagi soal kekayaan laut yang dibiarkan dirampok oleh negara lain, ikan-ikan di perairan Indonesia, yang seharusnya bisa dijadikan sumber protein murah untuk MBG, malah dibiarkan untuk dicuri oleh kapal asing. 

Setelah Susi Pudjiastuti tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, kebijakan tegasnya yang melawan pencurian ikan mulai ditinggalkan. 



Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa, kerugian akibat illegal fishing mencapai Rp300 triliun per tahun pada 2023, dan angka ini diperkirakan meningkat pada 2025 karena lemahnya penegakan hukum.


 Sementara itu, Prabowo sibuk dengan MBG yang gagal, nelayan kecil Indonesia hanya bisa gigit jari melihat kapal asing mengeruk ikan di laut kita. Fakta ini bukan hanya kebodohan, tapi juga pengkhianatan terhadap rakyat yang bergantung pada laut untuk hidup!


Sumber: hara Nirankara 
×
Berita Terbaru Update