INDRAMAYU,NEODETIK.NEWS || Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah program dari Kementerian ATR/BPN, untuk masyarakat yang ingin membuat sertifikat tanah dengan murah, mudah dan sederhana.
Program yang digagas oleh Kementerian ATR/BPN ini dijalankan dengan melibatkan Pemerintah Desa (Pemdes), serta bisa diikuti oleh semua lapisan masyarakat.
Banyak beredar informasi bahwa pembuatan sertifikat lewat program yang telah dilaksanakan sejak 2018 tersebut tidak dipungut biaya.
Namun, pada kenyataannya PTSL tidak sepenuhnya gratis.
Pasalnya, hanya biaya sosialisasi, pengukuran, dan penerbitan sertifikat tanah yang ditanggung oleh pemerintah lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Adapun biaya lain seperti pengurusan hingga perpajakan, tetap menjadi tanggungan masyarakat atau pihak pemohon.
Namun, pemerintah tetap memberlakukan aturan terkait biaya maksimal pengajuan PTSL, agar masyarakat tidak terbebani dengan biaya yang terlampau besar.
Lantas, berapa biaya PTSL yang harus ditanggung pemohon? Agar lebih jelas, simak rincian lengkapnya di bawah ini.
Aturan biaya PTSL tertera dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri (Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Menteri PDTT).
Dalam SKB tersebut, dapat diketahui bahwa batas maksimal biaya PTSL ditentukan berdasarkan masing-masing wilayah, untuk kategori (Jawa dan Bali) berkisar Rp150.000, – (seratus lima puluh ribu rupiah).
Biaya tersebut digunakan untuk membiayai tiga kegiatan Pemdes dalam persiapan penyelenggaraan PTSL.
Adapun kegiatan yang dimaksud meliputi penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, serta operasional petugas desa/kelurahan.
Namun dugaan pungutan liar muncul di lakukan oleh (S) sebagai sekretaris desa Tanjungpura, dengan cara mengutip biaya pembuatan AKTA/BPHTB yang seharusnya alas tersebut cukup dibuat sederhana dan tanah tersebut tidak sengketa. (sesuai aturan PTSL) dan sesuai ketentuan presiden pada saat itu.
Jelas apa yang lakukan oleh oknum sekdes atau panitia penyelenggara program PTSL menyalahi aturan. dikarenakan warga setempat sudah membayar biaya sebesar Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) namun masih di bebankan biaya tambahan yang lain seperti pembuatan AKTA dengan dalil untuk membuat alas dengan biaya pantastis.
Diungkapkan oleh warga desa Tanjungpura sebagai penerima manfaat program PTSL, bahwa selain membayar iuran pokok, dirinya mengaku harus mengeluarkan uang tambahan dengan total biaya Rp. 1.500.000.00.- (Satu juta lima ratus ribu rupiah), sementara ada temannya yang tinggal dilain desa hanya dikutip Rp. 150.000.00- ( seratus limapuluh ribu rupiah), ungkap beberapa warga yang tak ingin namanya di publikasikan.
Ketika dikonfirmasi oleh awak media, Saeful Anwar selaku Sekdes Tanjungpura Kec. Karangampel Kab. Indramayu tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh awak media terkait kutipan (pungutan) program PTSL. (04/03/2025).
Publik harus tahu, bagi siapa saja dengan sengaja mengada ada atau mempersulit proses PTSL untuk tujuan keuntungan pribadi diluar ketentuan program PTSL tergolong (pungli) dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur bahwa panitia PTSL tidak boleh memungut biaya melebihi Rp 150.000, yang diperuntukan untuk pengadaan patok, materai, dan biaya operasional.
Pelaku pungli PTSL dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar.
"Pungli juga dapat dijerat dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur bahwa pelaku pungli dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda minimal Rp 50 juta sampai Rp 250 juta.
Awak media akan terus menggali informasi kepada pihak pihak terkait, termasuk APH agar kedepan kasus serupa tidak terjadi lagi di masyarakat. TImRed