Wamena,neodetik.news || Masyarakat Adat di Wilayah Papua Pegunungan memiliki pengetahuan dasar mengenai cara bercocok tanam, beternak, pembagian peran dalam keluarga, serta pengorganisasian dalam Klan serta Suku yang diwariskan secara turun-temurun.
Etika interaksi antar sesama, hubungan dengan klan/suku lain, interaksi dengan alam, serta bagaimana menerima orang jauh dalam era dewasa ini.
Sistem kepemimpinan dengan struktur Honai Adat menjadi dasar/patokan bagi masyarakat adat di wilayah Papua Pegunungan dalam menentukan hak dan kewajiban anggota kelompok klan/suku, termasuk dalam penentuan batas-batas ulayat tanah adat, kepemilikan mata air/sungai, dan gunung. Peran dalam menjaga keseimbangan dengan leluhur, urusan kesuburan, perang dan lain-lain
Praktik kerja keras sudah melekat pada masyarakat adat Papua pegunungan, secara kasat mata bisa kita lihat bentuk bedenan kebun yang di pagari dengan batu atau kayu, ternak yang dipelihara dirumah masing-masing, dan yang paling penting adalah bagaimana sistem sosial mengikat dalam penyelenggaraan hidup bersama. Inisiasi anak laki-laki masuk honai, pernikahan, upacara pemakmaman dan ritual lainnya adalah hasil dari kerja keras tersebut yang juga masih dijalankan sampai saat ini.
Kenyataan, bahwa pemerintah sudah banyak mengeluarkan Regulasi dan Kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat, namun demikian kehidupan masyarakat adat belum banyak yang berubah. Berbagai laporan studi menyebutkan bahwasannya implementasi Otonomi Khusus Papua belum merubah keadaan OAP secara signifikan. Mutu pendidikan masih di bawah standar Nasional dan dengan mudah kita jumpai anak-anak usia sekolah teler dengan lem aibon di emperan toko Wamena Ibu Kota Provinsi Papua Pegunungan.
Status kesehatan masyarakat adat sangat memprihatinkan, terindikasi pengidap HIV/AIDS di Wilayah Papua Pegunungan seperti gunung es dan hampir setiap bulan masyarakat adat meninggal karena mengidap berbagai penyakit akibat tidak mampu menjalani pola hidup sehat, biaya berobat mahal, tenaga kesehatan yang minim dan keterbatasan sarana pra sarana kesehatan.
Infrastruktur dasar (jalan, jembatan, penerangan, dan telekomunikasi) antar kampung, Distrik, dan Kabupaten di Wilayah Papua Pegunungan belum terhubung merata, sehingga tambah mempersulit masyarakat adat mengakses kesempatan untuk keluar dari keadaan yang antara harapan dan kenyataan tersebut di tambah lagi dengan harga-harga barang yang melangit.
Penulis berpandangan bahwa, dibutuhkan kerja keras untuk mengoptimalkan semua regulasi dan kebajakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah berdasarkan daya yang sudah dimiliki oleh masyarakat adat sebagaimana penulis narasikan di awal paragraph, bahwa sesungguhnya masyarakat adat sudah memiliki modal utama sebagai pekerja keras dan sistem sosial dengan nilai-nilai yang dimiliki. Pemerintah cukup bertindak sebagai regulator dan fasilittor serta mengawal untuk memastikan keberhasilan.
Kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten sebagaimana diuraikan dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor : 106 tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua, dalam lampiran tersebut mengatur tentang (1) Penataan Kampung/Kampung Adat, (2) Keja sama Kampung/Kampung Adat, (3) Administrasi Pemerintahan Kampung, (4) Lembaga Kemasyarakatan Kampung (LKK) Lembaga Adat Kampung (LAK) dan Masyarakat Hukum Adat. Fungsi Proteksi dan Afirmasi hak-hak dasar orang asli papua dapat dipastikan tercapai secara proporsional jika dimulai dari Kampung adat.
Anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan yang merupakan representasi masyarakat adat harus memperjuangkan dan mengawal semua regulasi, kebijakan, dan program yang berbasis pada masyarakat adat selain melaksanakan tugas dan fungsi lainnya sesuai Tata Tertib DPRP. Bertolak pada uraian sepintas lalu, pertanyaan pentingnya ialah (1) Apa urgensinya pemberdayaan eksistensi masyarakat adat kampung?, (2) Mengapa Pemberdayaan Mayarakat Adat Kampung belum Optimal?, dan (3) Bagaimana Optimalisasi Pemberdayaan masyarakat berbasis kampung adat?
Urgensi Pemberdayaan Eksistensi Masyarakat Kampung Adat
Definisi tentang eksistensi Kampung, Adat, Masyarakat Adat, Hukum Adat, masyarakat Hukum Adat, dan Orang Asli Papua sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 UU Nomor 2 tahun 2021 merupakan pengakuan Negara sekaligus sebagai dasar bagi penyelenggara Negara pada setiap tingkatan sesuai kewenangannya untuk mengimplementasikan sebagian besar program kegiatan pemberdayaan berbasis Kampung Adat.
Rekonstruksi program dan pola pendekatan dengan studi mendalam sangat dibutuhkan berdasarkan pengalaman implementasi program Otsus selama 20 tahun, mengingat selama dasa warsa tersebut masyarakat adat terkesan menjadi Objek atas semua regulasi dan kebijakan yang ada.
Empati para pengampu dan pelaksana program kegiatan pemberdayaan kampung sangat dibutuhkan untuk pencapaian hasil yang optimal dengan pelibatan masyarakat Kampung Adat sebagai agen sekaligus pelaku.
Pelibatan masyarakat adat harus di mulai dari studi awal, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketika pemerintah memposisikan diri sebagai regulator dan fasilitator dengan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada masyarakat adat untuk melakukan program kegiatan pemberdayaan sesuai dengan daya yang ada pada mereka sendiri, maka tingkat keberhasilan yang optimal merupakan suatu keniscayaan.
Mengapa Pemberdayaan Mayarakat Kampung Adat Belum Optimal
Alasan utama yang selalu mengemuka dalam setiap sesi diskusi, forum akademik, hasil penelitian, dan akhir evaluasi program kegiatan adalah kesulitan secara geografis, topografi, dan konektifitas antar Kabupaten, Distrik serta kampung. Jaman digitalisasi ini kesulitan tersebut bertambah dengan tidakadanya penerangan/listrik, Jaringan telekomunikasi, dan puncak dari semuanya adalah tingkat kemahalan tertinggi dengan ketersediaan anggaran program yang rendah.
Alasan terkait antropologi, sosiologi, dan demografi tidak menjadi menu avaluasi dan atau alasan tentang sulit atau gagalnya program pemberdayaan masyarakat adat kampung, dapat dipahami bahwa alasan kegagalan/kesulitan lebih teknis kuantitatif dan tidak substantif. Memahami, mengalami, dan merasakan karakteristik dasar masyarakat adat di Wilayah Papua Pegunungan bersama kebudayaannya dengan beragam bahasa yang tergolong unik mestinya menjadi prasyarat, dan sejauh ini belum banyak studi spesifik atau menyeluruh tentang masyarakat adat Papua Pegunungan.
Betapapun banyaknya anggaran yang dikucurkan, program yang memukau, dan strategi yang jitu, tetapi selama belum memahami masyarakat adat dan apalagi dalam setiap tahapan pelaksanaannya tidak melibatkan masyarakat adat, maka hasilnya tidak optimal.
Kenyataan ini juga menyiratkan bahwasannya, legislator kurang optimal dalam melaksanakan fungsi pengawasan serta belum menghasilkan regulasi (Perdasi dan Perdasus) untuk program pemberdayaan masyarakat adat kampung.
Menurut pengamatan penulis, selain kurangnya pengawasan oleh DPRP khusus berasal dari mekanisme pengangkatan yang merupakan representasi masyarakat adat, Aparatur Sipil Negara sebagai pelaksana program juga berkontribusi besar atas kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat adat kampung, ASN dalam melaksanakan program kegiatan sangat birokratis dan bersifat top down. Aparatur Sipil Negara di Wilayah Papua Pegunungan juga tergolong kurang secara kuantitas dan rendah secara kualitas (kurang kompeten dalam jabatan yang diampu). Kolaborasi peran dan tanggungjawab antara Legislatif dan eksekutif serta lembaga negara terkait sangat dibutuhkan untuk membawa masyarakat adat disetiap kampung dari kondisi yang antara harapan dan kenyataan saat ini.
Bagaimana Pemberdayaan masyarakat berbasis Kampung Adat
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi calon DPRP yang mewakili masyarakat adat adat yang akan melaksanakan tugas sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 atas perubahan Undang-undang Nomor : 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, maka disini penulis sadur dari Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor : 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua, Kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Papua, huruf G pint (1-6) tentang Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung/Kampung Adat sebagai berikut:
1. Penataan Kampung/Kampung Adat
a. Penetapan susunan kelembagaan, pengisian, jabatan,dan masa jabatan Kepala Kampung Adat
b. Penetapan pedoman dan standar penyelenggaraan pemerintahan Kampung adat di wilayah Kabupaten/kota.
c. Penugasan kepada pemerintah daerah provinsi kepada kampung terkait urusan pemerintahan konkuren yang disertai dengan biaya.
d. Penugasan kewenangan khusus provinsi kepada kampung yang disertai dengan biaya
2. Kerja Sama Kampung/Kampung Adat
a. Pelaksanaan pembinaan umum dan koordinasi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan, pemberian bimbingan teknis dan supervise serta fasilitasi dibidang kerja sama pemerintahan.
b. Melakukan pembinaan dan pengawasan kerja sama Kampung dan lembaga kerja sama Kampung.
3. Administrasi Pemerintahan Kampung
a. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan administrasi pemerintahan Kampung/Kampung adat
b. Pembinaan dan pengawasan terhadap badan musyawarah Kampung (Bamuskam)
4. Lembaga Kemasyarakatan Kampung (LKK), Lembaga Adat Kampung (LAK), dan Masyarakat Hukum Adat
a. Pemberdayaan Mayarakat Hukum Adat yang masyarakat pelakunya hukum adat yang sama berada di lintas daerah kabupaten/kota.
b. Memberikan pembinaan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyusun Peraturan Bupati/Wali Kota tentang LKK/LAK.
c. Melakukan peningkatan kapasitas untuk pengurus LKK/LAK
d. Menetapkan kebijakan, melakukan koordinasi tingkat provinsi untuk memberdayakan dan mendayagunakan LKK/LAK.
e. Memberikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atas prestasi pembinaan dan pembimbingan yang dilakukan terhadap LKK/LAK.
f. Memberikan penghargaan kepada LKK/LAK yang memiliki prestasi sebagai mitra pemerintah Kampung yang baik.
g. Menetapkan pengakuan dan perlindungan masyarakat Hukum Adat di wilayah lintas kabupaten/kota
h. Melaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri berkenaan dengan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat di wilayah kabupaten/kota.
5. Pemberdayaan Masyarakat Kampung
a. Penyusunan instrument kebijakan tentang pencapaian pelaksanaan pemberdayaan Orang Asli Papua sesuai dengan kewenangan Otonomi Khusus.
b. Pelaksanaan target pembangunan Orang Asli Papua berdasarkan indeks yang berbasis kampung
c. Penetapan standar pemenuhan kebutuhan social dasar Orang Asli Papua secara terpadu di Kampung
6. Pembangunan Kampung dan Perkampungan
a. Penetapan petunjuk pelaksanaan percepatan pembangunan kampung dan perkampungan sesuai dengan kewenangan otonomi Khusus melalui kebijakan afirmatif
b. Penetapan rencana strategistentang pencapaian percepatan pembangunan Kampung dan perkampungan sesuai dengan kewenangan Ototnomi Khusus.
Kesimpulan
1. Sistem kepemimpinan dengan struktur Honai Adat menjadi dasar/patokan bagi masyarakat adat di wilayah Papua Pegunungan dalam menentukan hak dan kewajiban anggota kelompok klan/suku, termasuk dalam penentuan batas-batas ulayat tanah adat, kepemilikan mata air/sungai, dan gunung. Peran dalam menjaga keseimbangan dengan leluhur, urusan kesuburan, perang dan lain-lain.
2. Memahami, mengalami, dan merasakan karakteristik dasar masyarakat adat di Wilayah Papua Pegunungan bersama kebudayaannya dengan beragam bahasa yang tergolong unik mestinya menjadi prasyarat, dan sejauh ini belum banyak studi spesifik atau menyeluruh tentang masyarakat adat Papua Pegunungan. Betapapun banyaknya anggaran yang dikucurkan, program yang memukau, dan strategi yang jitu, tetapi selama belum memahami masyarakat adat dan apalagi dalam setiap tahapan pelaksanaannya tidak melibatkan masyarakat adat, maka hasilnya tidak optimal.
3. Kolaborasi peran dan tanggungjawab antara Legislatif dan Eksekutif serta Lembaga Negara terkait sangat dibutuhkan untuk membawa masyarakat adat disetiap kampung dari kondisi yang antara harapan dan kenyataan saat ini. Anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan yang merupakan representasi masyarakat adat harus memperjuangkan dan mengawal semua regulasi, kebijakan, dan program yang berbasis pada masyarakat adat selain melaksanakan tugas dan fungsi lainnya sesuai Tata Tertib DPRP yang berpedoman pada Kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten sebagaimana diuraikan dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor : 106 tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua, tentang : (1) Penataan Kampung/Kampung Adat, (2) Keja sama Kampung/Kampung Adat, (3) Administrasi Pemerintahan Kampung, (4) Lembaga Kemasyarakatan Kampung (LKK) Lembaga Adat Kampung (LAK) dan Masyarakat Hukum Adat.
Saran
Sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB), Pemerintah harus melakukan studi mendalam tentang eksistensi masyarakat adat Papua pegunungan agar Implementasi program kegiatan pemberdayaan kepada masyarakat adat tepat sasaran dan berdaya guna secara optimal.
REFERENSI
Undang-Undang. 2021. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 atas perubahan UndangUndang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Peraturan Pemerintah. 2021. Peraturan Pemerintah Nomor : 106 tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua.
Sumber : Yelipele Ponto