Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Boikot Deddy! Manipulasi Citra, Legitimasi, dan Kontroversi

Minggu, Februari 16, 2025 | Minggu, Februari 16, 2025 WIB Last Updated 2025-02-15T17:51:12Z
Jakarta,neodetik.news || Gelar militer Letkol Tituler yang diterima oleh Deddy Corbuzier semakin memperkuat citra otoritasnya, namun, juga menimbulkan kritik dari masyarakat karena dianggap tidak relevan dengan latar belakangnya sebagai seorang pesulap.

Nah, jika dilihat dari perspektif sosiologi ala Max Weber, gelar militer yang didapatkan oleh Deddy dapat dianalisis melalui teori legitimasi yang membagi legitimasi menjadi tiga jenis, yaitu: tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Menurut saya, gelar militer yang Deddy dapatkan termasuk ke dalam legitimasi rasional-legal karena diberikan oleh institusi resmi (TNI). Namun, kurangnya latar belakang militer membuatnya sulit mendapatkan legitimasi karismatik di mata publik yang mengkritisinya.

Hal tadi dapat menciptakan ketegangan antara otoritas formal dan persepsi publik, di mana Deddy dianggap "smart" dalam memanfaatkan gelar untuk meningkatkan pengaruhnya, tetapi juga rentan terhadap kritik karena dianggap tidak autentik.

Gelar ini juga mempengaruhi identitas Deddy sebagai figur publik yang jika ditelaah melalui teori identitas sosial, individu cenderung mengidentifikasi diri dengan kelompok yang memberikan status tinggi. Nah dengan gelar militer ini, Deddy berusaha mengasosiasikan dirinya dengan kelompok militer yang dianggap bergengsi, tetapi hal ini justru menciptakan konflik identitas karena ia tetap dikenal sebagai pesulap, bukan militer sejati.

Kalian pada merasa aneh, tidak? Ketika si botak ini memarahi anak kecil karena tidak memakan makanan yang diberikan dalam program MBG, sebenarnya si botak sudah melanggar etika militer karena gelar yang sudah ia peroleh, yang juga menunjukan bahwa ia tidak layak menyandang gelar Letkol Tituler.

Nah masalahnya, si botak ini mengidentifikasikan dirinya sebagai “smart people” serta melakukan branding melalui kanal youtube-nya, hingga pada akhirnya mendapatkan gelar Letkol Tituler. Namun, Deddy lupa, bahwa masyarakat kita saat ini sudah melek politik dan literasi, terutama di platform X. Sehingga, masyarakat modern cenderung skeptis terhadap publik figur yang dianggap memanfaatkan otoritas simbolik untuk kepentingan pribadi.

Nah yang jadi pertanyaan, apakah rezim penguasa saat itu sengaja memilih Deddy dan memberikannya gelar militer untuk memperkuat citra otoritas?

Kesimpulan

Sikap Deddy Corbuzier mencerminkan kombinasi antara kecerdasan strategis dan kegagalan etis. Gelar militer, kritik MBG, pernyataan gaji, dan kontroversi Livy Renata menunjukkan bahwa Deddy mampu memanfaatkan otoritas simbolik, framing komunikasi, dan manajemen citra untuk mempengaruhi publik. Namun, kurangnya empati, sensitivitas gender, dan transparansi membuatnya gagal menjaga konsistensi antara citra yang ingin dibangun dan tindakan nyata.

Tantangan terbesar bagi Deddy adalah bagaimana mengelola citra publiknya dengan lebih bijaksana, sehingga ia tidak hanya dianggap cerdas secara strategis, tetapi juga dihormati sebagai figur yang etis, inklusif, dan sensitif terhadap dinamika sosial.

Namun sayangnya, masyarakat modern di Indonesia saat ini sudah cerdas terutama di platform X, sehingga manipulasi citra yang dipertontonkan oleh Deddy di depan media, lambat laun akan menampilkan siapa Deddy sebenarnya.

Sumber:Hara Nirankara

×
Berita Terbaru Update