Jakarta,neodetik.news || Tidak Pernyataan A Jaksa Agung Republik Indonesia dengan serta merta diterjemahkan A pula oleh Aparatus di bawahnya. Bisa jadi B, bisa C, bisa pula Z. Inilah kenyataan yang dialami seorang Advokat dalam membela klien yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana Pasal 114(1) jo Pasal 112(1) UU Nomor 35 Tahun 2009.
Dalam dakwaan JPU perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan nomor perkara 814 /Pid.sus /2024 /Jkt.brt tertulis pasal 114(1)UU Nomor 35 Tahun 2009 jo Pasal 112 (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun.
Jaksa Penuntut Umum jelas tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri. Ia hanya menganalisa hasil penyelidikan dan penyidikan Polisi hingga keluar Berita Acara Pemeriksaan di (BAP). Mungkin sekali JPU yang ditunjuk oleh Kepala Kejaksaan tidak berupaya apakah Tim Assesmen Terpadu (TAT) sudah dilaksanakan oleh pihak kepolisian?
Akibat tidak sinkron antara Polisi dan Jaksa yang ditunjuk oleh Kepala Kejaksaan, maka dakwaan JPU hanya berdasarkan copy paste dari BAP yang dibuat oleh pihak kepolisian. Maka semakin sengsaralah tersangka di kursi terdakwa ruang sidang Pengadilan.
Apapun yang dirasakan oleh terdakwa tidak ada satupun aparat penegak hukum(APH), baik polisi, jaksa dan hakim yang merasakan atau. nemerikan yang dialami oleh seorang terdakwa. Adakah terdakwa sehat atau tidak sehat ketiga APH tersebut tidak mungkin tahu.
Namun demikian, sebagai APH lainnya, Suta Widhya SH sebagai pengacara tanpa gaji dan pangkat dari negara berupaya menunjukkan empati kepada klien yang menjadi terdakwa kepemilikan Sabu, narkoba jenis 1 bukan tanaman yang bernama MS. Saat ini ia tengah berjuang untuk mendapatkan pembantaran di rumah sakit.
Dalam sidang Selasa (4/2) Ketua Majelis Hakim (pengganti) belum bisa membuat Vonis atas tuntutan JPU yang menuntut berdasarkan Pasal 112 (1) UU No.35 Tahun 2009 selama 6 tahun bagi terdakwa MS. Alasan pertama, Ketua Majelis Hakim sedang sakit, dan kedua adanya surat dari Penasehat Hukum yang memohon pembantaran.
"Silahkan minta rekomendasi dari Rutan yang ditujukan ke Kejaksaan untuk mengeluarkan terdakwa," Kata Majelis Hakim Tn. A pada Selasa(4/2)sore di PN Jakarta Barat.
Lebih lanjut hakim menjelaskan bahwa surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Rutan Salemba nanti malam menjadi dasar JPU untuk mengeluarkan terdakwa dari Rutan.
"Majelis Hakim, bukankah tahanan atau klien kami saat ini atas wewenang hakim atau pengadilan? Kami sebelumnya sudah bersurat ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk permohonan pembantaran?" Tanya Suta.
Kesimpulan: Baik Pihak Rutan, Pengadilan dan Kejaksaan tidak punya empati atas permohonan terdakwa untuk dirawat atau berobat di luar Rutan. Apakah alasannya karena terdakwa dikuatiri kabur atau alasan lainnya?
Tim