Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Panggilan Om Yang Bukan Keluarga Termasuk Intervensi Legislasi Untuk Rekodifikasi Tindak Pidana penghinaan Maka Pemerintah Harus Satukan Panggilan Om, Dalam UU Penghinaan

Sabtu, Januari 18, 2025 | Sabtu, Januari 18, 2025 WIB Last Updated 2025-01-18T15:43:43Z
Jakarta,neodetik.news _Terkejut Ketika Bukan Keluarga Tapi Panggil Om Sembarangan Seolah-olah menunjukan bahwa Seorang pria, hobinya main perempuan sembarang.

Panggil om yang bukan keluar ibu atau keluar bapak, Mengikuti sejarah ngawur dalam sebutan om  

Yang sesungguhnya panggil om terhadap sembarang orang adalah bahasa seorang jablay kepada hidung belang, dengan panggilan om ngamar, bahasa itu mengikuti perkembangan zaman seolah menjadi bahasa keseharian mereka, 

Yang sebenarnya secara langsung mereka melakukan penghinaan, Intervensi legislasi untuk Rekodifikasi tindak pidana penghinaan, pemerintah Indonesia diminta menyatukan UU panggilan om dalam penghinaan kepada sesama.

Karena panggilan om ini menunjukkan bahwa Seorang pria hobinya main perempuan/ hobi seksual, 


Sama seorang pria panggil kepada wanita , dengan sebutan jablay pasti terjerat hukum maka pemerintah wajib menciptakan UU / menggabungkan panggilan om dalam UU penghinaan.


Karena Pola intervensi harus menghasilkan sasaran terhadap amandemen KUHP khususnya dalam BAB XVI KUHP tentang Penghinaan, sehingga terjadi harmonisasi terhadap ancaman pidana yang dimuat dalam KUHP dan UU sektoral lainnya. 

Tujuan dari sasaran ini tentu advokasi di DPR agar DPR mau mengubah KUHP khususnya terhadap Bab XVI KUHP. Amandemen ini juga harus diikuti dengan menyatakan tidak berlakunya tindak pidana penghinaan di lima UU sektoral lainnya


Namun harus dipikirkan pula agar tidak terjadi putusan yang berlainan. Dalam konteks penghinaan, pada umumnya selain melaporkan secara pidana, orang yang dirugikan juga menggugat secara perdata, dan ini memungkinkan terjadinya perbedaan putusan

Pola intervensi ketiga adalah membuat UU Penghinaan yang khusus. UU Penghinaan ini akan memuat syarat – syarat dan kondisi terjadinya penghinaan dan juga memuat alasan – alasan pembenar yang lebih luas ketimbang yang saat ini ada berdasarkan ketentuan Pasal 310 ayat (3) KUHP. Namun pola intervensi ini memiliki resiko yang lebih tinggi mengingat masih tidak cukup stabilnya sistem politik dan hukum di Indonesia. Alih – alih akan menjamin kebebasan berpendapat, sangat mungkin penggunaan pola ini malah akan lebih mengekang kebebasan berpendapat.

Tim Redaksi 

×
Berita Terbaru Update