Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mereka Adalah Oknum Bukan Reprentasi,Masyarakat jayawijaya Papua Pegunungan..!!!

Senin, Januari 06, 2025 | Senin, Januari 06, 2025 WIB Last Updated 2025-01-05T19:47:07Z
Papua,neodetik.news _Gerakan yang mengatasnamakan “Peduli Demokrasi Jayawijaya” menimbulkan pertanyaan besar, terutama ketika ada dugaan bahwa gerakan tersebut lebih berorientasi pada nencari sensasi publik, ketimbang murni memperjuangkan kepentingan demokrasi yang sesungguhnya di jayawijaya. 

Banyak orang meragukan niat mereka, apalagi jika dilihat dari sikap yang terkesan mengabaikan hak konstitusional setiap warga negara untuk mengajukan pengaduan hasil Pilkada 2024.

Pada inti persoalan, munculnya gerakan ini bertentangan dengan prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Poin yang paling krusial adalah mengenai hak setiap orang untuk mengajukan sengketa hasil Pilkada jika merasa ada pelanggaran atau ketidakadilan dalam proses tersebut. 

Dalam konteks ini, hak untuk mengajukan pengaduan atas hasil Pilkada adalah bagian dari hak demokrasi yang dilindungi oleh undang-undang. 

Menurut "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya dalam Pasal 236, setiap peserta pemilu, baik itu calon legislatif, calon kepala daerah, atau pasangan calon presiden/wakil presiden, berhak untuk mengajukan sengketa hasil pemilu atau pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika merasa ada pelanggaran hukum yang terjadi dalam proses pemilihan. 

MK sebagai lembaga yang berwenang untuk memutuskan sengketa hasil Pilkada dan Pemilu memiliki hak untuk menilai apakah pengaduan tersebut sah dan memiliki dasar hukum yang kuat.

Terkait dengan klaim bahwa mereka yang menggerakkan demonstrasi tersebut bukanlah masyarakat Jayawijaya, melainkan hanya oknum-oknum yang mencari sensasi, hal ini cukup beralasan. 

Sebab, jika dilihat secara umum, masyarakat Jayawijaya dalam jumlah besar (sekitar 90%) lebih sadar bahwa proses Pilkada yang baru saja berlangsung sebenarnya memiliki banyak cacat hukum. 

Banyak dari mereka yang merasakan adanya ketidakberesan dalam proses pemilu tersebut, seperti potensi kecurangan, ketidaktransparanan, atau bahkan pelanggaran administrasi yang merugikan salah satu pihak.

Jadi, ketika ada sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai "Peduli Demokrasi Jayawijaya", kenyataannya mereka bukan mewakili seluruh masyarakat Jayawijaya. 

Mereka lebih cenderung berfungsi sebagai kelompok kecil dengan kepentingan tertentu yang mungkin tidak sepenuhnya sejalan dengan aspirasi warga Jayawijaya pada umumnya. 

Mayoritas masyarakat Jayawijaya memahami bahwa untuk menjaga kualitas demokrasi, penting untuk memberikan ruang bagi siapa saja yang merasa dirugikan dalam Pilkada untuk mengajukan pengaduan sesuai dengan hak-haknya yang dilindungi undang-undang.

Jika pihak-pihak yang berusaha menghalangi atau melarang MK untuk menerima pengaduan tersebut, maka mereka sebenarnya sedang merongrong prinsip dasar demokrasi itu sendiri, yang memberi hak kepada setiap warga negara untuk mendapatkan perlindungan hukum yang setara dan adil. 

Dan mereka adalah aktor perusak kerusuhan, konflik demokrasi di jayawijaya. 

Sehingga demokrasi yang sehat membutuhkan mekanisme pengawasan dan keberanian untuk menuntut keadilan. 

Justru, jika ada upaya untuk menutup ruang bagi pengaduan hukum, ini akan menciptakan ketidakpercayaan terhadap sistem pemilu dan merusak integritas proses demokrasi yang sedang berlangsung di jayawijaya. 

 Tim
×
Berita Terbaru Update