Pamekasan,neodetik.news _Di tengah hiruk-pikuk sudut kota dan zaman yang semakin digital, ketika layar kaca sering menjadi jendela utama bagi manusia melihat dunia, sebuah komunitas kecil yang lahir dengan misi yang besar, yaitu "Gubuk Literasi." Dibentuk pada 27 Juni 2024, komunitas ini dihuni oleh pemuda yang yang membawa semangat untuk membangun peradaban melalui literasi. Meski usianya sangat muda, komunitas ini telah menunjukkan perkembangannya dalam waktu yang singkat, membuktikan bahwa kesungguhannya dapat melampaui usia dan pengalaman.
Awal Mula: Sebuah Ide dari Kegelisahan
Gubuk Literasi, adalah buah dari pemikiran seseorang bernama M. Rozien Abqori, yang gelisah karena melihat rendahnya minat literasi di lingkungannya. Dibandingkan dengan daerah-daerah seperti Malang atau Yogyakarta, yang sudah jauh memiliki ekosistem literasi yang mapan, lingkungan Rosien tampak jauh tertinggal.
“Literasi bukan sekadar membaca buku. Literasi adalah tentang membuka pikiran, membangun kesadaran, dan menciptakan ruang dialog,” ujar Rozien pada Selasa (31/12/2024).
Inspirasi ini ia dapatkan dari tokoh literasi nasional seperti Kang Maman, serta pengalaman pribadinya selama aktif di dunia kampus. Dari kegelisahan itu, kemudian lahir ide untuk mendirikan sebuah komunitas literasi yang ia namai Gubuk Literasi.
Namun, ide saja tidak cukup. Rozien menyadari bahwa ia membutuhkan konsep yang matang, program yang relevan dengan perkembangan zaman, serta orang-orang yang benar-benar memiliki visi yang sama.
“Pada awalnya, saya harus memilih dengan sangat selektif. Di zaman sekarang, banyak yang lebih mementingkan kepentingan kelompok pribadi, dan itu menjadi tantangan terbesar dalam membangun komunitas ini,” tutur Rozien.
Tantangan Awal: Mengatasi Ragu dan Menjawab Kritik
Seperti langkah pertama, perjalanan mendirikan Gubuk Literasi tentunya tidak mulus. Rozien kerap kali dihantui pertanyaan-pertanyaan besar: Bagaimana cara memulai? Bagaimana perjalanan komunitas ini nanti? Bagaimana menghadapi orang-orang yang mungkin menjadi penghambat, apalagi ketika banyak yang tidak peduli pada literasi?
Meski demikian, Rozien tidak menyerah. Ia memulai dengan langkah kecil, mengumpulkan segelintir orang yang memiliki semangat yang sama dengannya. Perlahan tapi pasti, dengan begitu dukungan mulai berdatangan dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan akademisi di IAIN Madura. Salah satu momen pentingnya, adalah ketika Wakil Rektor 1 IAIN Madura, Prof. Dr. Maimun, M.HI, memberikan sumbangan buku untuk perpustakaan Gubuk Literasi.
“Sumbangan itu bukan hanya soal buku. Itu adalah simbol dukungan moral, bahwa kami tidak berjalan sendiri,” kenang Rozien.
Program Unggulan: Gubuk Science
Salah satu program andalan Gubuk Literasi adalah Gubuk Science, sebuah kajian mingguan yang menghadirkan pemateri dari berbagai daerah. Program ini menjadi ruang belajar dan berdiskusi yang terbuka.
“Gubuk Science adalah jantung komunitas kami. Di sini, kami tidak hanya berbagi ilmu, tetapi juga membangun jejaring, saling menginspirasi, dan belajar bersama,” jelas Rozien.
Selain itu, Gubuk Literasi terus berinovasi. Memahami bahwa dunia semakin digital, komunitas ini mulai memanfaatkan media sosial untuk menjangkau lebih banyak orang. Berbagai program baru dirancang agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman, menjadikan literasi sebagai bagian dari gaya hidup generasi muda.
Dampak Nyata: Mengubah Wajah Masyarakat
Dalam waktu singkat, Gubuk Literasi telah memberikan dampak nyata di lingkungannya. Komunitas ini menjadi warna baru yang segar, membawa semangat literasi ke tengah masyarakat yang sebelumnya minim akses terhadap budaya membaca.
Tidak hanya itu, Gubuk Literasi sudah mulai dijangkau di berbagai kampus di seluruh nusantara. Citranya berhasil menarik minat mahasiwa dari berbagai daerah untuk bergabung, memperluas jejaring hingga ke luar Madura.
“Kami memang belum bisa dikatakan sukses secara umum, seperti ukuran kekayaan atau fasilitas. Tapi kami merasa sukses dalam membangun lingkungan literasi yang mendukung dan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berkembang,” ujar Rozien dengan bangga.
Tantangan Baru: Kekurangan Relawan
Meski telah mencapai banyak hal, perjalanan Gubuk Literasi masih dipenuhi dengan tantangan. Salah satunya yang menjadinkendala yaitu kurangnya relawan dan partner yang betul-betul berkomitmen dalam berkontribusi.
“Kami butuh lebih banyak orang yang siap bekerja sama, yang memiliki semangat untuk meningkatkan lingkungan literasi,” ungkap Rozien.
Dengan tantangan ini tidak membuat semangat Rozien surut. Namun sebaliknya, ia melihatnya sebagai peluang untuk terus belajar dan berkembang. Dari perjalanannya membangun Gubuk Literasi, Rozien telah mendapatkan banyak pelajaran berharga, termasuk memahami keberagaman Indonesia dan memperluas kemampuan komunikasinya.
Visi Besar: Membentuk Peradaban yang Lebih Baik
Bagi Rozien, Gubuk Literasi bukan sekadar komunitas. Namun kendaraan untuk mewujudkan visinya menciptakan peradaban yang lebih baik melalui literasi. Misinya sederhana namun kuat: membangun individu dan masyarakat yang lebih peduli terhadap literasi.
“Literasi adalah fondasi bagu peradaban. Dengan literasi, kita membuka pintu menuju dunia yang lebih luas dan lebih baik,” kata Rozien.
Penutup : Pesan penutup untuk Generasi Muda
Di akhir perbincangan, Rozien menitipkan pesan kepada generasi muda. Ia mengingatkan bahwa literasi bukan hanya tentang membaca atau menulis, tetapi tentang membangun kesadaran, menciptakan ruang dialog yang lebih terbuka, dan membawa manfaat bagi masyarakat luas.
“Jangan pernah berhenti berjuang. Tetaplah pada garis perjuangan yang memberikan manfaat, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain,” tutupnya.
Dengan semangat yang menyala-nyala, Gubuk Literasi terus melangkah maju. Komunitas ini, menjadi bukti bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil, dan mimpi besar dapat terwujud jika dilakukan dengan hati yang tulus, perjuangan dan ketangguhan. Di usianya yang masih muda, Gubuk Literasi telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan bahwa literasi adalah jembatan menuju masa depan yang lebih cerah.
Reporter: Romzul Fannani