Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mahasiswa Papua BKMP Se-Kalimantan Tolak Dan Desak Agar Presiden Prabowo Subianto Segera Batalkan Rencana Program Transmigrasi ke Tanah Papua.

November 05, 2024 | November 05, 2024 WIB Last Updated 2024-11-05T04:44:43Z
Nduga,neodetik.news -badan koordinasi mahasiswa papua (BKMP) se-kalimantan menolak dan mendesak Agar Presiden baru terpilih Prabowo Subianto segera batalkan dan hentikan rencana program transmigrasi ke tanah Papua karena Papua bukan tanah kosong, tanah ini ada pemiliknya dengan masyarakat yang memiliki hak atas lingkungan dan budayanya serta warisannya. hal ini disampaikan oleh presiden BKMP se-kalimantan sekaligus penanggungjawab Alte Gwijangge melalui jumpa pers di Kalimantan,Senin (4/11/2024) 

"Kami, pemuda seluruh tanah Papua tidak butuh transmigrasi, sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat tanah Papua adalah pendidikan, kesehatan, proteksi HAM, akses air bersih, listrik, dan fasilitas kebutuhan dasar lainnya " 


Lebih lanjut presiden BKMP Gwijangge menerangkan Pasca pelantikan Kabinet Merah Putih, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Hartimurti Yudhoyono, berencana untuk mempersiapkan program transmigrasi guna pemerataan ekonomi dan pembangunan, antara lain dengan memberikan insentif rumah dan lahan;, ujarnya 

Target program ini akan berfokus di wilayah Indonesia bagian timur, yaitu Papua sasarannya Merauke di Papua Selatan.
Namun, kami melihat Menteri yang bersankutan sebenarnya tidak mengedepankan mekanisme transmigran, Mengingat bahwa Papua memiliki Undang-Undang Otonomi Khusus ;,kata Gwijangge 

Mahasiswa Papua Se-Kalimantan meminta pemerintah Indonesia untuk berhati-hati merencanakan kebijakan program transmigrasi dan kebijakan lain yang tidak berpihak keuntungan bagi OAP ke Papua;, tegasnya 

Presiden bkmp Gwijangge mengatakan Kami menegaskan bahwa program transmigrasi di Papua harus mematuhi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus).Penetapan kawasan transmigrasi oleh pemerintah juga harus berdasarkan regulasi yang berlaku di Papua untuk menghormati hak masyarakat adat.

"bahwa sesuai dengan UU Otsus, program transmigrasi hanya dapat dilaksanakan jika ada Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan persetujuan dari gubernur"

"Kita harus merujuk pada Pasal 61 ayat 3 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, yang menegaskan bahwa program transmigrasi hanya bisa dilakukan dengan persetujuan gubernur dan harus didasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi"

Kata Gwijangge Sebenarnya bahwa kawasan transmigrasi ditetapkan oleh menteri berdasarkan usulan dari pemerintah daerah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP), sebab PP Nomor 19 Tahun 2024 tentang pelaksanaan UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian menyebutkan bahwa penetapan kawasan tersebut harus berdasarkan usulan dari pemerintah daerah melalui aspirasi Masyarakat adat setempat;, ujarnya.

Kami menyoroti bahwa Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua yang mengatur tentang transmigrasi. Perdasi Papua Nomor 15 Tahun 2018 tentang kependudukan, khususnya Pasal 44, menetapkan bahwa transmigrasi hanya dapat dilakukan setelah jumlah penduduk asli Papua mencapai 20 juta jiwa, dan kebijakan tersebut harus mendapat pertimbangan serta persetujuan dari DPRD Papua;,tegasnya 

Kami melihat jika persyaratan ini belum terpenuhi, maka itu bertentangan dengan UU Otsus. Apalagi Jika persyaratan ini tidak terpenuhi atau Perdasi terkait belum dibuat, sangat janggal jika transmigrasi dipaksakan. Hal itu justru bertentangan dengan ketentuan UU Otsus;, tegasnya 

"Kami juga menekankan bahwa berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2014, penetapan kawasan transmigrasi oleh menteri harus berdasarkan usulan pemerintah daerah dan disertai penyediaan lahan"

"Kami tahu bahwa tidak ada sama sekali yang diusulkan coba daerah mana di Papua yang sudah mengusulkan penetapan kawasan transmigrasi ini ? tanah adalah warisan adat yang tidak bisa diperlakukan sembarangan. Ini harus menjadi perhatian utama sebelum melaksanakan program transmigrasi di Papua"

"Kami sangat khawatir akan terjadi adanya Dampak ketenggangan sosial, Transmigrasi
Besar-Besaran ini ke Papua terhadap Penduduk Asli"
 
Transmigrasi besar-besaran ke Papua di era baru kepemimpinan presiden Indonesia Prabowo Subianto dapat memiliki dampak signifikan terhadap penduduk asli Papua, kata Gwijangge saat jumpa pers
Berikut ini adalah beberapa poin yang menjelaskan potensi dampak akan terjadi:
 
1. Ancaman terhadap Identitas Budaya
Penggeseran Budaya: Penduduk asli Papua memiliki budaya dan tradisi yang unik. Transmigrasi dapat menyebabkan penggantian budaya lokal dengan budaya pendatang, mengancam keberadaan dan identitas budaya masyarakat Papua.
Bahasa dan Tradisi : Dengan masuknya pendatang baru, penggunaan bahasa dan praktik tradisional dapat berkurang, yang berpotensi mengarah pada hilangnya warisan budaya.
 
2. Persaingan Sumber Daya Akses Terhadap Sumber Daya: Transmigrasi dapat meningkatkan persaingan untuk sumber daya alam, seperti tanah dan air, yang tradisional dimiliki oleh masyarakat asli. Hal ini dapat memperburuk kondisi ekonomi penduduk asli.
Ketidakadilan Ekonomi: Pendatang baru mungkin mendapatkan prioritas dalam akses terhadap pekerjaan dan sumber daya, meninggalkan penduduk asli dalam kondisi yang lebih sulit.
 
3. Dampak Sosial dan Konflik
Ketegangan Sosial: Masuknya pendatang baru dapat menimbulkan ketegangan antara penduduk asli dan pendatang, yang dapat berujung pada konflik sosial.
Marginalisasi: Penduduk asli yang sudah menghadapi tantangan sosial dan ekonomi dapat semakin terpinggirkan dalam masyarakat yang semakin heterogen.
 
4. Kepunahan dan Penurunan Populasi
Risiko Kepunahan: Dalam skenario terburuk, jika tidak ada langkah-langkah yang diambil untuk melindungi hak dan keberadaan masyarakat asli, ada kemungkinan terjadi kepunahan budaya dan bahkan fisik.
Pergeseran Demografi: Dengan peningkatan jumlah pendatang, populasi penduduk asli dapat mengalami penurunan, baik akibat migrasi keluar maupun penurunan angka kelahiran.
 
Kata presiden BKMP Gwijangge mengatakan Transmigrasi besar-besaran ke Papua dapat membawa dampak yang merugikan bagi penduduk asli, termasuk ancaman terhadap identitas budaya, persaingan dalam akses sumber daya, dan potensi konflik sosial;, tegasnya 

Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, yang tidak hanya fokus pada pemindahan penduduk, tetapi juga pada perlindungan hak-hak dan keberadaan masyarakat asli Papua. Prioritas seharusnya diberikan pada pengembangan sumber daya manusia, seperti pendidikan dan kesehatan, untuk memastikan bahwa masyarakat Papua dapat berkembang tanpa kehilangan identitas dan warisan budaya kami;, tegasnya 

Kata presiden BKMP Gwijangge mengatakan Kami bersama Mahasiswa Papua (BKMP) Se-Kalimantan bersama Solidaritas Rakyat Papua Tolak Transmigrasi mendesak kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, bahwa;

1. Kami dari Mahasiswa Papua se-kalimantan Bersama Solidaritas Rakyat Papua Tolak Transmigrasi sebagai representasi suara rakyat Papua yang telah dibungkam dengan tegas tolak transmigrasi ke Papua Menolak segala macam investasi yang sedang beroperasi dan akan beroperasi, sebab investasi di tanah Papua adalah dalang kerusakan lingkungan, iklim, pemanasan global yang berimbas pada Genosida, Ekosida dan Etnosida. 
   
3. Menolak Proyek Strategis Nasional yang akan menghancurkan hutan, tanah dan manusia Papua.

4. Segera batalkan dan hentikan rancangan transmigrasi di seluruh tanah papua, karena Papua bukan Tanah Kosong, tanah Papua ada bertuan dengan masyarakat yang memiliki hak atas lingkungan dan budayanya serta warisannya turun-temurun berabad-abad.

5. Stop Papua tidak butuh transmigrasi, Orang Papua butuh guru ahli-ahli di bidang sektor terutama kesehatan dan Pendidikan.
 

 
Reporter : Inggipilik Kogoya
×
Berita Terbaru Update