Jakarta,neodetik.news _Ada banyak mental inlander, subordinasi, mental kacung atau mungkin mental budak yang hinggap di beberapa oknum penguasaa saat ini. Mereka yang tidak paham dengan Sila 1 dan Sila 5 dari Pancasila khususnya serta tak paham dengan Pasal 29 (1) UUD 1945 yang dicatat dalam lembar negara pada 18 Agustus 1945.
Untuk itulah Koalisi Pembela Konstitusi dan Kebenaran (KP-K&K) dalam siaran pers-nya,Rabu (4/9) siang mendukung upaya masyarakat yang menolak pemberangusan syiar adzan di televisi saat Paus melaksanakan misa di Katedral pada Jumat (5/9). Tidak boleh ini terjadi. Baik kementerian Agama dan kementrian informasi harus meluruskan "akidahnya" kembali untuk menjadi seorang Pancasilais, yaitu menghormati orang lain tanpa mengganggu yang sudah ada saat ini.
_1. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. Kamu juga bukan penyembah apa yang aku sembah. 4. Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. 5. Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. 6. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”_
*[QS: Al Kafirun]*
Sehubungan dengan akan diselenggarakannya acara misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus pada hari Kamis, tanggal 5 September 2024, dimulai pukul17.00 s/d pkl.19.00, yang disiarkan secara langsung dan tidak terputus diseluruh televisi nasional, mengingat pula adanya Surat dari Kemenkoinfo agar Syi'ar Adzan Maghrib yang biasa disiarkan melalui televisi nasional ditiadakan dan cukup diganti dengan Running Text, maka kami TPUA bersama segenap Tokoh, Advokat, Aktivis, Ulama dan elemen pergerakan Islam, menyatakan:
*Pertama,* gelaran Misa Kudus bersama Paus Fransiskus, merupakan kegiatan ritual keagamaan yang memiliki dimensi syi'ar, karena dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, terlebih lagi akan disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun TV nasional. Tindakan ini, termasuk dan terkategori tindakan intoleran, tidak menghormati _local wisdom (Kearifan Lokal)_, karena dilakukan diruang publik, disyiarkan secara terbuka di negeri yang mayoritas penduduknya muslim.
Acara semacam ini, dalam pandangan Islam adalah termasuk dan terkategori pendangkalan akidah Islam, karena tentunya berpotensi besar akan diakses dan ditonton oleh umat Islam. Padahal, dalam doktrin agama Islam yang berkaitan dengan akidah dan ibadah non muslim, berlaku kaidah
BAGIMU AGAMAMU, BAGIKU AGAMAKU
Kedua, misi perdamaian yang diusung Paus Franciscus, justru kontradiktif dengan Misa yang dilakukan secara intoleran dan arogan, karena dilakukan diruang publik secara terbuka dan diglorifikasi melalui siaran media, di tengah negeri yang mayoritas penduduknya muslim.
Semestinya, acara seperti ini cukup dilakukan di gereja dan tidak disiarkan secara terbuka. Karena acara semacam ini, menggores luka ruang keberagaman dan keberagamaan umat Islam, sekaligus menjadi simbol tirani minoritas terhadap mayoritas.
Ketiga, tindakan Kemenkoinfo yang meminta Syi'ar Adzan ditiadakan dan hanya diganti running Text saat berlangsungnya siaran langsung Misa Paus, adalah tindakan pemberangusan Syi'ar adzan, sekaligus melecehkan ajaran Islam. Syi'ar adzan adalah Syi'ar rutin berkala, yang tidak bisa diganggu dan dibatalkan oleh agenda insidental. Semestinya, kegiatan Misa yang menyesuaikan dengan Syi'ar adzan.
Keempat,kejadian seperti ini hanya terjadi di era rezim Jokowi. Rezim yang banyak mengeluarkan kebijakan anti Islam, rezim yang tendensi negatif terhadap Islam, sekaligus rezim yang paling sering mendeskreditkan Syi'ar & ajaran Islam.
Karena itu, kami menuntut agar Misa Paus Franciscus tidak disiarkan secara langsung dan Syi'ar Adzan tetap dikumandangkan seperti biasa.* Jangan sampai, ketegangan antar umat beragama justru terpantik oleh Ibadah Misa Paus yang memiliki misi menjaga perdamaian dunia.
Demikian pernyataan sikap disampaikan.
Jakarta, 4 September 2024.
TTD
*Prof Dr Eggi Sudjana, SH, Msi*
Ketua Umum TPUA
Azam Khan, S