Indonesia menjadi negara pertama yang ia kunjungi, dimana nantinya akan melanjutkan kunjungan ke Port Moresby dan Vanimo Papua Nugini dari 6-9 September, Dili Timor Leste dari 9-11 September dan Singapura dari 11-13 September
Indonesia menjadi negara pertama yang ia kunjungi, dimana nantinya akan melanjutkan kunjungan ke Port Moresby dan Vanimo Papua Nugini dari 6-9 September, Dili Timor Leste dari 9-11 September dan Singapura dari 11-13 September.
Dalam kunjungannya di Indonesia banyak pro kontra yang terjadi. Diantaranya himbauan azan magrib di tv yang diganti running teks saat ibadah misa berlangsung, pidato seorang guru muslimah yang terharu menjadi bagian dari penyambutan Paus, kunjungan Paus ke masjid Istiqlal hingga imam masjid Istiqlal cium kening Paus.
Mungkin bagi orang awam ekspresi diatas bisa saja dinilai sebagai wujud harmonisasi toleransi beragama. Namun bukankah hal ini berlebihan? Terlebih Indonesia merupakan negeri mayoritas muslim.
Indonesia Target Moderasi Beragama
Sejak beberapa tahun belakangan, ide moderasi beragama memang sedang diaruskan di dunia pendidikan baik di sekolah, kampus dan pesantren. Berbagai program digagas untuk memperkuat moderasi beragama, seperti seminar, memasukan ide moderasi beragama ke dalam kurikulum, mengadakan doa lintas agama dan kegiatan sosial antaragama.
Pengarusan ide moderasi beragama lahir dari pandangan bahwa agama dapat membawa pertikaian dan ketidakadilan sehingga perlu diaruskan agar tercipta kondisi yang aman dan tentram.
Moderasi beragama dianggap sebagai sebuah solusi atas masyarakat yang plural dan multikultural seperti Indonesia. Terlebih masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, maka Islam disini secara tidak langsung dianggap sebagai agama yang perlu dimoderasikan agar tidak berbenturan dengan agama minoritas.
Wacana moderasi beragama sesungguhnya berawal dari kebijakan luar negeri AS pasca tragedi 11 September yang dikenal “war on terrorism”.
Wacana ini kemudian bergulir hingga Resolusi Majelis Umum PBB mendeklarasikan 2019 sebagai tahun “International Year of Moderation”, sebuah dekralasi yang mempromosikan moderasi untuk mencegah munculnya ekstremisme dan terorisme.
Dilihat dari kemunculannya maka jelas bahwa ide moderasi ini berasal dari Barat dan ujung dari agenda tersebut pasti menguntungkan Barat itu sendiri.
Moderasi beragama dan Islam memiliki persepsi berbeda terkait toleransi. Jika Islam memaknai toleransi sebagai upaya menghormati atau membiarkan umat agama lain untuk menjalakan ibadah.
Toleransi menurut moderasi beragama tidak sebatas demikian, akan tetapi ikut berpartisipasi dan mentolerir sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama atau moral masyarakat.
Seperti menerima pernikahan beda agama, sebagai wujud toleransi. Penggunaan kata kafir yang tidak diperkenankan terhadap kaum non muslim, Juga soalan LGBT yang perlu diberi ruang dan diterima oleh masyarakat. Tidak mengherankan jika penyikapan Paus Fransiskus pada kaum pelangi sangat terbuka. Ia bahkan mengizinkan Gereja memberkati pasangan LGBT ( kata Azrina Fauziah kepada wartawan 10/9/24).
Selain itu, moderasi beragama menganggap bahwa ajaran Islam tentang qisas dan jihad sebagai ajaran yang perlu direvisi karna dianggap mengajarkan kekerasan. Padahal hukum qisas dibenarkan dalam Al-Qur’an maupun sunnah sebagai sanksi bagi pelaku maksiat.
Adapun jihad fii sabilillah merupakan syariat Islam yang diperintahkan Allah Swt untuk menghilangkan rintangan fisik dalam menyampaikan dakwah kepada rakyat sipil atas pemerintahan kufur.
Alhasil pengarusan moderasi beragama berdampak negatif bagi kaum muslim, banyak diantara kaum muslim yang jauh dari pemahaman Islam yang sesungguhnya. Moderasi beragama juga melahirkan kesalahpahaman dan ketakutan untuk belajar Islam lebih dalam dengan dalih agar tidak ekstrem dan radikal. Akibatnya, kaum muslim mudah dijajah dan tidak punya kewibawaan dihadapan kaum kafir karna bersikap terbuka dalam menerima ide-ide mereka.
Toleransi dalam Islam
Jauh sebelum ide moderasi beragama, Islam telah lebih dulu mengajarkan kaum muslim untuk bertoleransi kepada umat beragama lain. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Kafirun ayat 6,
Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙ‰َ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Toleransi dalam Islam diartikan sikap menghormati, menghargai dan membiarkan umat beragama lain bebas dalam menjalankan ritual agamanya tanpa memaksa kaum muslim untuk ikut terjun dalam peribadatan mereka.
Berbeda sekali dengan moderasi beragama yang menilai bahwa toleran terhadap penganut agama lain ialah dengan ikut mengucapkan dan berkontribusi dalam perayaan agama tertentu.
Jelas sikap seperti ini bertentangan dengan Islam dan hukumnya haram. Ide moderasi beragama haruslah dicampakkan, kaum muslim wajib kembali pada pemahaman Islam kaffah agar memiliki pemahaman yang benar dan memiliki identitas muslim sejati.
Sejarah telah mencatat beberapa peristiwa toleransi antar umat beragama berabad-abad yang lalu.
Pada masa Rasulullah Saw, beliau membuat piagam Madinah yang berisikan poin-poin toleransi kepada kaum Yahudi seperti saling menghormati, saling melindungi dan tidak saling menyakiti.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra., Seorang nenek Yahudi dari Mesir datang ke Madinah untuk mengadukan kezaliman yang dialaminya. Ia mengadu pada Khalifah Umar bahwa tanah dan rumahnya mengalami penggusuran untuk pembangunan masjid. Khalifah Umar kemudian memberikan peringatan keras kepada Amr bin ash yang menjabat sebagai Amir Mesir pada saat itu.
Sang nenek Yahudi pun merasa takjub atas ditegakkannya keadilan Islam, ia akhirnya merelakan tanahnya untuk dijadikan masjid dan kemudian masuk Islam. Toleransi beragama tersebut tetap lestari diteruskan oleh para Khalifah selanjutnya.
Saat umat Islam berkuasa di Andalusia selama hampir tujuh abad, wilayah ini dikenal sebagai negeri tiga agama besar. Islam, Nasrani dan Yahudi hidup berdampingan dengan baik.
Hingga masa kekhilafahan Utsmaniyah, sejarah mengkisahkan bagaimana Sultan Muhammad Al Fatih memberikan jaminan keselamatan dan kebebasan beribadah bagi pemeluk nasrani di kota Konstantinopel saat kota ini ditaklukkan.
Masyaallah, indahnya toleransi yang Islam ajarkan. Ajaran yang berasal dari Al Khaliq telah memberikan aturan yang lengkap, rinci dan penuh hikmah. Lalu mengapa kita harus mengadopsi toleransi ala Barat? []
Tim Redaksi
Azrina Fauziah. Aktivis Dakwah