Jakarta,neodetik.news _Setiap manusia sejatinya mempunyai semangat untuk mencari ilmu. Tentu saja bukan sembarang ilmu, namun harapannya ilmu yang diperoleh akan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Seperti apakah ilmu yang bermanfaat itu? Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menjelaskan ciri-ciri ilmu yang bermanfaat.
“Ilmu yang bermanfaat adalah yang akan menambah rasa takutmu kepada Allah, menambah kebijaksanaanmu dengan aib-aib dirimu, menambah rasa makrifat dengan beribadah kepada Tuhanmu, serta mengurangkan kecintaanmu terhadap dunia, dan menambah kecintaanmu kepada akhirat, membuka pandanganmu atas perbuatan burukmu, sehingga engkau dapat menjaga diri dari perkara tersebut, serta membebaskan dirimu dari tipu daya syaitan.” (Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah).
Berdasarkan pernyataan di atas, Imam Al-Ghazali menjelaskan tujuh ciri ilmu yang bermanfaat bagi siapa saja yang memilikinya:
Menambah rasa takut kita kepada Allah SWT.
Semakin menyadari aib dan kelemahan yang telah dilakukan.
Bertambahnya makrifat kita kepada Allah dengan semakin banyak beribadah kepada-Nya.
Berusaha untuk mengurangkan kecintaan kepada dunia.
Menambah rindu dan cinta kepada amal akhirat.
Bermuhasabah segala perbuatan tercela yang dilakukan dan berusaha untuk menjauhi perbuatan tersebut.
Senantiasa menjauhi diri dari tipu daya syaitan.
Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan kepada kita agar sentiasa berdoa supaya dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat dalam sebuah hadis sahih riwayat Abu Hurairah ra berikut ini:
Abu Hurairah berkata; “Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari empat perkara; dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak kusyuk dari jiwa yang tidak puas dan dari doa yang tidak di dengar.” (HR Ibnu Majah No:3827)
Dengan demikian, marilah kita perbanyak doa agar dijauhi dari empat perkara:
Ilmu yang tidak bermanfaat
Hati yang tidak khusyuk
Jiwa yang tidak puas
Doa yang tidak didengari Allah
Selain memohon dari 4 hal di atas, kaitannya dengan ilmu, kita juga diingatkan agar tidak hanya menuntut ilmu dan mengajak orang untuk mengamalkannya. Namun mengamalkan ilmu itu sendiri itu lebih penting. Dalam istilah Jawa disebut ‘Jarkoni’ alias ‘Isoh ujar ning ora nglakoni’, bisa berkata tapi dirinya tidak melakukan. Atau dalam istilah gaul dikatakan ‘Omdo’ alias omong doang. Ada juga istilah NATO yang berarti No Action Talk Only.
Allah SWT mengatakan bahwa kebencian Allah SWT amat besar terhadap orang yang demikian. Hal ini difirmankan dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaf (61) ayat 2-3 berikut ini:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Adapun hadis yang menegaskan siksaan bagi mereka yang tidak mengerjakan apa yang dia ajarkan terdapat dalam sabda Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid bin Haritsah radhi-allahu ‘anhuma, katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w.bersabda:
Akan didatangkan seseorang lelaki pada hari kiamat, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka, lalu keluarlah isi perutnya – usus-ususnya, terus berputarlah orang tadi pada isi perutnya sebagaimana seekor keledai mengelilingi gilingan. Para ahli neraka berkumpul di sekelilingnya lalu bertanya: “Mengapa engkau ini hai Fulan? Bukankah engkau dahulu suka memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?” Orang tersebut menjawab: “Benar, saya dahulu memerintahkan kepada kebaikan, tetapi saya sendiri tidak melakukannya, dan saya melarang dari kemungkaran, tetapi saya sendiri mengerjakannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadis di atas adalah:
Pertama, Seseorang itu tidak cukup hanya dengan belajar dan mengajar, akan tetapi dia harus mengamalkan ilmunya. Karena ilmu tanpa amal hanyalah menjadi hujjah yang menimpa pemiliknya. Sehingga ilmu itu bukan ilmu yang nafi’ atau bermanfaat kecuali bila disertai pengamalan. Orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya, dia adalah orang yang dimurkai. Karena dia mengetahui kebenaran namun meninggalkannya.
Kedua, Orang yang tidak mengamalkan ilmunya, maka ia akan dijauhi oleh manusia, karena tabiat manusia adalah mengambil teladan dari mereka yang selaras antara ilmu dan amal.
Ketiga, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata
“Jiwa-jiwa itu diciptakan dengan memiliki fitrah (tabiat dasar) enggan mau mengambil manfaat dari ucapan orang yang tidak mengamalkan ilmunya dan terlebih dia sendiri tidak mendapatkan manfaat dari ilmunya tersebut”. (Lihat: Madarijus Salikin [I/333]).
Keempat, Orang yang enggan mengamalkan ilmunya juga diibaratkan oleh Rasulullah SAW seperti lilin. Beliau bersabda
“Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia namun ia melupakan dirinya sendiri, laksana sebuah lilin yang menerangi orang sambil membakar dirinya”. (Shahih Al-Jaami` no. 5831).
Kelima, Di antara ancaman bagi mereka yang enggan mengamalkan ilmunya adalah, seperti seorang laki-laki didatangkan pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka, sehingga isi perutnya terurai, lalu ia berputar-putar seperti keledai berputar-putar mengitari alat giling (tepung).
Marilah kita senantiasa memohon kepada Allah SWT supaya diberikan kesempatan dan semangat untuk menuntut ilmu. Selanjutnya kita memohon agar diberikan limpahan kekuatan dan kemampuan untuk mengamalkannya dalam kehidupan kita.
Tidak lupa kita juga berusaha sekuat tenaga untuk mengajarkannya kepada orang lain. Bukankah yang demikian akan menjadi amalan yang tiada putus meski ajal telah menjemput? Semoga Allah mengijabahi doa dan harapan kita. Amin. Wallahu a’lamu bish-shawwab.
*)Tulisan ini disusun sebagai naskah bimbingan penyuluhan yang diambil dari berbagai sumber. Dipresentasikan oleh Azizah Herawati, S.Ag.,M.S.I., Penyuluh Agama Ahli Madya Kecamatan Candimulyo, Kankemenag Kabupaten Magelang pada Kajian Rutin “Mutiara Hikmah” Sumber: Azizah Herawati |