NEODETIK.NEWS , Jakarta _Jelang penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, fenomena kotak kosong terus menjadi buah bibir di tengah masyarakat Indonesia. Apa itu kotak kosong dalam konstestasi pemilu di Indonesia? Simak jawabannya ustadz Ismail Asso di bawa ini.
Fenomena kotak kosong bisa terjadi dalam kontestasi kempemiluan, termasuk pada Pilkada 2024 ini. Istilah melawan kotak kosong bisa terjadi, kalau dalam kontestasi kepemiluan hanya terdapat calon tunggal. Seperti di Papua Pegunungan yang terjadi saat ini
Ustadz Ismail Asso juga tegas mengatakan bahwa pemilu serentak 2024 melawan kotak kosong ini menjadi pemecah bela rakyat Papua Pegunungan,
Maka dari itu ustadz Ismail Asso berpesan kepada seluruh tokoh agama Muslim maupun Nasrani di Papua Pegunungan tidak masuk dalam politik praktis, tegasnya.
Ia juga mengatakan,Kotak kosong tersebut bukan suatu hal ilegal atau dilarang. Karena, hal tersebut dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur pelaksanaan Pilkada dengan calon tunggal.
Istilah kotak kosong juga bisa disebutkan pasangan calon (paslon) dalam Pilkada 2024 tanpa lawan. Dalam proses pemilihan, paslon tunggal akan berhadapan dengan kolom kosong yang tidak bergambar.
Nantinya, para pemilih memiliki dua opsi pilihan. Yakni, pemilih dapat memilih pasangan calon tersebut atau memilih kotak kosong.
Bagaimana Kalau Kotak Kosong Menang
Mengutip Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada, calon tunggal dinyatakan menang jika mendapatkan 50 persen suara sah. Jika calon tunggal gagal mencapai angka tersebut, kotak kosong akan menang, dan calon tersebut dianggap kalah.
Dalam hal ini, calon tunggal masih memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri lagi pada Pilkada berikutnya. Yakni, sesuai dengan ketentuan undang-undang dalam Pasal 54D ayat (2) dan (3).
Jika kotak kosong memenangkan Pilkada pada Pilkada 2024, kekosongan kepemimpinan, pemerintah akan menunjuk pejabat (Pj). Pj itu akan mengisi posisi kepala daerah sementara.
Pj ini akan menjalankan tugas hingga Pilkada ulang dilaksanakan dan kepala daerah definitif terpilih, sebagaimana diatur dalam Pasal 54D ayat (4) UU Pilkada.
Selain itu ustadz Ismail Asso tegas , saya tidak mendukung kedua bela pihak antara pasangan calon kepala daerah
Saya dsini berbicara sebagai akademisi jadi saya tegas tidak memihak kepada siapapun ujarnya
Ditambahkan oleh Pakar hukum tata negara, Feri Amsari mengatakan bahwa fenomena kotak kosong bukan demokrasi secara sesungguhnya. Feri menambahkan bahwa salah satu konsep demokrasi adalah pertarungan gagasan “Kalau hanya satu calon, gagasan apa yang dipertarungkan” ujar Feri.
Selain itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno mengira-ira alasan di balik fenomena kotak kosong tersebut. Adi menambahkan bahwa terdapat beberapa faktor kelemahan berpolitik yang dirasakan oleh para elite partai, sebab jarak pelaksanaan antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pilkada Serentak yang terjadi tidak terpaut jauh. Akibatnya, para elite partai, tambah Adi lebih memilih jalan pragmatis dengan cara berkongsi dengan figure paling kuat untuk diusung.
“Mereka lelah secara politik, logistik, dan mesin. Mereka juga masih belum move on terkait pemilu yang lalu,” pungkas Adi Prayitno.
Tim Redaksi