Jakarta,neodetik.news - Akademisi Dr. Agus Surachman menilai dibatalkannya pengesahan revisi UU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR lantaran adanya tekanan besar dari masyarakat. Meski begitu, dia mengatakan bahwa partai oposisi bersama lapisan elemen masyarakat bakal tetap mengawal putusan Mahkamah Konstitusi atau MK soal UU Pilkada itu.
Menurut Agus Surachman, keputusan parlemen yang membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada tetap tidak mencerminkan sikap pro rakyat dan demokrasi.
"Bukan karena kesadaran elite politik, keputusan itu diambil karena tekanan masyarakat," ujarnya
Sebab, kata pria akademisi Dr.Agus Surachman, jika DPR dan pemerintah memiliki niat baik terhadap demokrasi pascaputusan MK, maka tidak ada manuver untuk menganulir putusan tersebut. Karena itu, dia menilai bahwa masyarakat tidak perlu berterima kasih kepada DPR.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya mengatakan pengesahan revisi UU Pilkada batal. “Pengesahan revisi UU Pilkada yang direncanakan hari ini tanggal 22 Agustus batal dilaksanakan. Oleh karenanya, pada saat pendaftaran pilkada pada 27 Agustus nanti yang akan berlaku adalah keputusan JR (judicial review) MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora,” kata Dasco.
Baleg DPR sebelumnya mendorong agar draf revisi UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota disahkan dalam rapat paripurna hari ini, Kamis, 22 Agustus 2024. Jika UU Pilkada itu disahkan, maka hal itu bakal menganulir putusan MK.
Pada Selasa, 20 Agustus 2024, MK telah memutuskan ambang batas Pilkada akan ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait. Putusan itu termuat dalam putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Dalam putusan lain yakni 70/PUU-XXII/2024, MK juga telah menetapkan batas usia calon kepala daerah minimal 30 tahun saat penetapan calon oleh KPU.
Namun, sehari pasca putusan tersebut, yakni pada Rabu, 21 Agustus 2024, Baleg DPR menggelar rapat untuk membahas RUU Pilkada. Dalam rapat itu, Baleg menyatakan tetap menggunakan ambang batas 20 persen kursi di parlemen bagi partai politik yang hendak mengusung calonnya di pemilihan kepala daerah.
Selain itu, Baleg DPR menolak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon. Keputusan Baleg DPR batas usia calon berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Langkah DPR yang akan mengesahkan revisi UU Pilkada direspons oleh unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat. Tak hanya di Jakarta, khususnya Komplek Parlemen, tapi juga di sejumlah daerah, seperti Yogyakarta, Solo, Surabaya hingga Makassar. Massa aksi gerakan Kawal Putusan MK itu menilai langkah DPR merupakan pembangkangan terhadap konstitusi.
Tim Redaksi