Jakarta, Neodetik.news, Akibat konflik suku antara Wouma dan Asolokobal yang tak kunjung selesai hingga memasuki 2 Minggu, ikut berdampak pada anak -anak sekolah yang hendak mendaftar ke jenjang pendidikan selanjutnya di kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
"Kami mau ke kota untuk pendaftaran SMA tapi di jalan situ mereka suruh pulang tidak bisa ke kota jadi kembali " Hal itu diucapkan oleh 3 orang siswa kelas 9 yang baru saja lulus dari SMP Negeri 3 Megapura dan hendak mendaftar ke SMA di kota Wamena.
Senin, (24/06/2024) pagi sekitar pukul 06:30 WIT, 3 siswa tersebut hendak menuju ke kota untuk mendaftar SMA, tapi sesampainya di kali Hetokec, (perbatasan Wouma dan Asolokobal) ketiganya disuruh balik karena situasi tidak memungkinkan "terpaksa kami kembali ini" katanya.
Akibat perang suku antara Wouma, Asolokobal, Kurima dan Lanny yang tak kunjung usai hingga 2 pekan, aktivitas perekonomian dan sejumlah layanan publik di Wamena, Kabupaten Jayawijaya tak berjalan dan lumpuh, khususnya pada 6 distrik yakni Distrik Popukoba, Distrik Maima, Asolokobal, Walesi, Asotipo dan Distrik Wouma.
Pembagian raport hingga penerimaan siswa baru pada sejumlah sekolah yang ada pada 6 distrik tersebut terhambat. Sedikitnya terdapat 20 sekolah terdiri dari TK- PAUD hingga SMA tersebar pada 6 Distrik itu tak bisa melaksanakan beberapa agenda sesuai kalender pendidikan.
"Kejadian ini (perang suku) membuat kami lumpuh total dan tidak bisa ke sekolah, kegiatan semesteran sudah selesai, sudah serahkan raport dan tanggal 12 (Juni 2024) itu kami mulai penerimaan peserta didik baru tapi tanggal 12 itu mulai kejadian makanya kami pulang lewat jembatan gantung di sinakma" kata Ansgar Blasius Biru, S.Pd, M.Pd, kepala SMP Negeri 3 Megapura di Distrik Asolokobal, Senin (24/06/2024) via telepon.
Akibatnya kata dia, mulai tanggal 13 Juni 2024 hingga saat ini aktivitas penerimaan siswa baru tidak berjalan, padahal targetnya penerimaan dibuka selama 2 minggu, tapi selama 2 minggu itu konflik belum juga selesai.
"Sejak tanggal 13 Juni sampai sekarang tidak bisa ke sekolah, penerimaan peserta didik baru tidak berjalan, padahal target kami harus dua pekan kami laksanakan tapi tidak bisa jalan, terus kegiatan - kegiatan ada pembangunan toilet sekolah, pembangunan pagar tidak jalan dan ini sangat - sangat fatal buat kami"ujar Kepsek.
Dengan demikian kata Kepsek, pihaknya menyayangkan situasi konflik yang tak kunjung usai hingga mengorbankan banyak pihak, terutama anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan.
"Saya sangat kasihan dengan situasi yg ada, anak-anak yang ingin mendaftar akhirnya semua tidak bisa dilayani, ada juga anak-anak kelas 9 yang ingin melanjutkan ke SMA SMK tidak bisa, bahkan ada orang tua siswa yang telpon saya tapi mau bagaimana" ujar Ansgar, prihatin.
Terpisah, Sergius, gurus SD Inpres Minimo Distrik Asolokobal mengatakan, sesuai kalender, pihaknya harus melakukan pembagian raport dan penerimaan siswa baru namun keduanya belum bisa dilakukan karena konflik belum selesai.
"Dalam waktu dua minggu ini kami harus bagi raport ke anak-anak dan terima siswa baru juga tapi semua itu tidak jalan. Kita harap masalah ini cepat selesai supaya anak-anak kami bisa lanjutkan sekolah juga" harapnya.
Sementara itu, Herly warga lainnya yang anaknya sekolah di kota Wamena tidak bisa ambil rapot karena konflik antar suku tersebut.
"Tanggal 18 itu anak saya harus terima raport tapi kita tidak bisa jalan sampai sekarang ini"katanya.(*)
Sumber:https://www.rri.co.id/