Rantaubaru- neodetik.news _-Datuk Sati Diraja/ Batin Sibokol-Bokol, Dr H Griven H Putera MAg laksanakan syarahan adat budaya di balai adat Batin Sibokol-Bokol Desa Rantaubaru, Sabtu malam Ahad (22/06/2024).
Kegiatan yang diperuntukkan bagi masyarakat adat atau anak kemenakan Datuk Sati Diraja ini, selain diikuti anak kemenakan dan para ketiapan Batin Sibokol-Bokol juga dihadiri Kepala Desa dan Sekretaris Desa Rantaubaru beserta perangkatnya.
Selain dilakukan syarahan adat, pada kegiatan ini juga dilaksanakan pembagian bantuan hasil lelang suak-sungai dalam wilayat Batin Sibokol-Bokol tahun 2024 kepada beberapa anak kemenakan penerimanya, seperti pengurus masjid, musholla, anak yatim, panitia khalwat, panitia ziarah kubra, remaja masjid, dan lain-lain.
Dalam syarahan perdananya ini, Datuk Sati Diraja/ Batin Sibokol-Bokol menyampaikan tentang pentingnya hidup beradat. “Kecil dikandung ibu, besar dikandung adat, mati dikandung tanah. Biar mati anak, jangan mati adat. Mati anak luka sekampung, mati adat luka senegeri,” demikian Datuk Sati Diraja memulai syarahannya.
“Cinta terbesar manusia kepada makhluk dalam hidupnya adalah kepada anaknya. Sehingga ujian Nabi Ibrahim as adalah menyembelih anaknya. Ternyata menurut kata mutiara Melayu di atas, mati atau kehilangan adat lebih besar luka, pilu dan deritanya bila dibandingkan dengan kehilangan anak. Ini menunjukkan betapa besarnya peran adat bagi kehidupan manusia. Manusia yang tidak mengenal dan menata hidupnya dengan adat bagaikan mayat. Andaipun jasadnya masih hidup tapi ruhaninya sudah mati. Kalau begitu, ia hanyalah bangkai berjalan. Kalau itu yang terjadi maka tidak mustahil akan terjadi kekacauan di mana-mana. Negeri seolah tak bertuan. Orang bisa berbuat semaunya karena tidak diatur dengan nilai-nilai moral dan etika. Dalam rangka pengaturan cara hidup yang baik dan bermarwah itulah adat terus eksis dan mesti eksis dalam kehidupan manusia,” ungkap sastrawan-budayawan Riau ini di hadapan anak kemenakannya yang memadati balai adat Batin Sibokol-Bokol Desa Rantaubaru.
Oleh karena ini merupakan edisi perdana, maka ini sifatnya seperti kuliah umum, atau membahas hal-hal mendasar yang bersifat umum saja, ungkap Dr Griven. “Yang kita bahas malam ini hanya seperti pengertian adat istiadat, manfaat adat bagi kehidupan, pembagian adat dalam masyarakat Melayu, hukum yang berlaku dalam masyarakat adat, kedudukan datuk dalam masyarakatnya, hak dan kewajiban Datuk dan para pemuka adat, hak dan kewajiban para anak kemenakan, korelasi adat dan agama, dan ini hanya sepintas,” ungkapnya. “Pada pertemuan berikutnya baru bersifat khusus dan menjurus pada tema tertentu,” lanjutnya.
Saat membahas tentang kedudukan datuk dalam masyarakatnya, Dr Griven menjelaskan makna kata datuk yang memiliki banyak makna, “Datuk panggilan untuk ayah dari emak dan bapak kita. Atau karena nasab. Bisa juga karena faktor ketuaan umur. Selain itu juga, kata datuk dipakai sebagai panggilan kehormatan, seperti pemuka adat. Kalau sudah diangkat menjadi datuk, walaupun usianya masih muda, maka anak kemenakan atau masyarakat adatnya mesti memanggil datuk kepada seseorang yang sudah ditanam atau diangkatnya memegang jabatan adat tersebut. Itu juga merupakan adab dalam adat,” tuturnya.
“Nah, bagi yang sudah diangkat menjadi pemuka adat maka ada tugas dan kewajiban yang mesti dijalankan, seperti pertama, melaksanakan perintah Allah Swt dan Rasulullah Saw. serta menaati hukum adat yang berlaku di daerahnya; kedua mengayomi dan membimbing, memberi tunjuk ajar anak kemenakan untuk keselamatan dunia dan akhirat; ketiga berlaku adil kepada anak kemenakan. Adil maksudnya bukan membagi sama banyak, tapi meletakkan sesuatu pada tempatnya; kelima berusaha mensejahterakan anak kemenakannya; keenam menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak kemenakannya,” jelas Griven.
Sementara kewajiban anak kemenakan kepada para pemuka adatnya adalah, di antaranya pertama setia dan taat kepada nenek mamak selama nenek mamak itu taat kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw serta nilai-nilai adat dalam negerinya; kedua menjaga harkat dan marwah nenek mamaknya; ketiga membantu segala urusan nenek mamak atau pemuka adat demi memajukan kampung halamannya; keempat beradab kepada pemuka adatnya.
Menurut Datuk Sati Diraja, Dr Griven, bahwa kegiatan ini merupakan agenda kegiatan rutin yang dilakukan sekali dalam dua bulan atau dwi bulanan.
“Ini merupakan salah satu agenda kegiatan kita dwi bulanan. Selain kegiatan ini, dalam waktu dekat akan dilakukan juga kunjungan muhibbah ke masyarakat adat lainnya, baik yang berada di Provinsi Riau maupun di luar provinsi Riau. Di samping itu juga dilakukan kegiatan adat tahunan seperti lelang suak sungai, dan kegiatan adat budaya lainnya,” ungkap Dr Griven.
Kepala Desa Rantaubaru, Nurzikri Anton berterima kasih kepada pemuka adat Desa Rantaubaru yang telah melakukan kegiatan yang amat berguna ini. Selain itu ia menyampaikan bahwa desa Rantaubaru telah ditetapkan pemerintah kabupaten Pelalawan sebagai desa percontohan dalam bidang adat budaya.
Masyarakat yang hadir menyambut baik kegiatan ini. Basyariah menyebutkan bahwa kegiatan ini penting dilakukan agar anak kemenakan mendapat penambahan pengetahuan tentang adat istiadat. Selain itu, M Nazir dengan nada dan ungkapan yang hampir sama juga merasa senang dan bahagia dengan kegiatan ini.
Sebagai pembuka acara, kegiatan penting ini diawali dengan pembacaan kalam Ilahi oleh Qori Ust Wahirdi, SPdI yang merupakan salah seorang majelis hakim pada MTQ Tingkat Provinsi Riau.(Rls/Zur)