JAKARTA. Neodetik.news _Anggota Komisi V DPR Hamid Noor Yasin menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal permasalahan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ia menilai, temuan masalah di proyek IKN tersebut menunjukkan buruknya perencanaan pembangunan IKN.
Anggota Komisi V DPR RI Hamid Noor Yasin menyoroti salah satu temuan BPK terkait perencanaan pendanaan IKN belum sepenuhnya memadai, antara lain belum dapat terlaksananya sumber pendanaan alternatif selain Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), seperti kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan swasta murni/BUMN/BUMD.
Ia menyebut, sampai hari ini, total APBN yang digelontorkan untuk pembangunan IKN hingga tahun 2024 sudah mencapai Rp 74,4 triliun atau 16,1% daro total anggaran IKN sekitar Rp 466 triliun.
"Namun pendanaan melalui KPBU maupun investasi swasta murni terbilang masih rendah," jelas Hamid dalam keterangannya, Selasa (11/6).
Sejak 2023 hingga Januari 2024, imbuhnya, investasi yang masuk ke IKN baru Rp 47,5 triliun, yaitu dari sektor swasta Rp 35,9 triliun dan sisanya dari sektor publik Rp 11,6 triliun. Sementara, targetnya adalah Rp 100 triliun hingga akhir tahun ini.
"Kami menilai, pengusaha belum tertarik pada IKN, karena karakteristik investasi IKN adalah investasi infrastruktur publik, tapi publiknya belum ada,” ungkap Legislator Dapil Jawa Tengah IV tersebut.
Hamid juga menyoroti temuan BPK terkait adanya lahan seluas 2.085 hektare dari 36.150 hektare lahan yang statusnya masih bermasalah atau belum bebas.
Terkait hal ini, Hamid menilai hal itu terjadi karena pemerintah tidak pernah melibatkan komunitas adat yang terdampak sejak awal pembangunan IKN. Dampaknya, beberapa masyarakat masih ada yang menolak terkait pembangunan ini.
"Kami mendesak pemerintah untuk tidak menggusur paksa masyarakat dan harus melindungi wilayah adat yang dikuasai turun temurun di kawasan IKN," kata Hamid.
Diketahui, temuan BPK terkait pembangunan IKN tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) BPK, semester II/2023.
Selain masalah di atas, BPK menemukan beberapa masalah lanjutan seperti pelaksanaan manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi untukpembangunan infrastruktur IKN tahap I yang dianggap tidak optimal lantaran kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi untuk pembangunan proyek agung itu.
Atas temuan itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono agar menginstruksikan direktur jenderal unit orgnisasi terkait dan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) untuk melakukan sinkronisasi penyususnan renstra Kementerian PUPR dan Renstra Eselon I dengan berpedoman pada RPJMN periode sebelumnya.
"Serta berkooardinasi dengan Kementerian Keuangan, dalam merencanakan dan menetapkan skema pendanaan pembangunan infrastruktur IKN tahap II guna memitigasi risiko munculnya permasalahan terkait pendanaan," tulis laporan BPK.
Tim Redaksi